Daya Tampung Lulusan SD ke SMPN di Bogor Masih Jomplang, Komisi IV: Perlu Pemerataan Sekolah!

JABAR EKSPRES – Polemik pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online khususnya pada jalur zonasi masih menyisakan pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bogor Devie Prihartini Sultani. Menurutnya, sejak awal sistem zonasi pada PPDB itu digulirkan pada 2017 silam, kerap kali memantik problematika baik dijenjang SMP maupun SMA.

Belum meratanya keberadaan sekolah negeri di Kota Bogor, dinilai menjadi PR besar bagi Pemkot Bogor.

BACA JUGA: Minta Kemenhub Tutup Bandara Halim, Komisi V DPR RI Rekomendasikan Bandara Atang Sanjaya Bogor Diberdayakan

Pihaknya pun meminta, pemerintah harus melakukan pemerataan pendidikan dengan membangun sekolah-sekolah negeri yang tersebar di seluruh wilayah.

“Ini permasalahan yang harus dipecahkan di Kota Bogor, apabila sistem zonasi masih diterapkan pada PPDB. Jika mau dukung sistem itu (zonasi), maka apa yang mesti dilakukan, ya pemerataan dengan membangun sekolah-sekolah yang memang dijangkau sebagai persyaratan zonasi,” ungkapnya kepada JabarEkspres.com dikutip Selasa, 11 Juli 2023.

Berdasarkan Data Pokok Pendidikan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tercatat, Kota Bogor memiliki 20 SMP negeri dan 108 SMP swasta. Sementara SD negeri berjumlah 210 dan 72 SD swasta.

Devie menilai, hal itu menunjukan terjadinya kejomplangan antara jumlah lulusan SD dengan ketersediaan SMP negeri di Kota Bogor. Ia memastikan, kondisi itu akan terus terjadi jika tidak ada tindaklanjut yang serius dari pemerintah.

BACA JUGA: Diresmikan RI 1! PT CKJT Pastikan Kondisi Ruas Tol Cisumdawu Sudah 100 Persen Selesai

“Setiap tahun masih jomplang. Lulusan SD setiap tahun sekitar 17 ribu orang, sedangkan daya tampung sekitar 5.600 orang. Ini artinya hanya satu pertiga yang diterima di SMP negeri,” jelasnya.

Selain pembangunan sekolah, menurutnya, pemerataan pendidikan juga harus ditunjang sarana prasarana yang sama di sekolah, seperti melengkapi fasilitas laboratorium sekolah.

Dengan begitu kualitas di antara sekolah sama, tidak ada lagi perbedaan. Sebab, dengan adanya perbedaan akan mempengaruhi keinginan untuk memperoleh pendidikan di sekolah yang dianggap lebih banyak peminatnya.

“Jadi tidak ada lagi orang tua punya stigma sekolah favorit di sana di sini, sehingga ingin anaknya masuk ke sekolah favorit. Yang mungkin akhirnya menghalalkan segala macam cara,” paparnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan