Adanya Mindset Sekolah Favorit Jadi Kendala Terciptanya PPDB Sehat

JABAR EKSPRES – Masih adanya calon siswa dan orang tua yang memiliki mindset sekolah favorit menjadi salah satu kendala terciptanya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang sehat. Pasalnya, dengan pemikirannya itu, calon siswa dan orang tua akan memaksakan kehendaknya untuk melanjutkan pendidikan di sekolah tersebut.

Hal itu diungkapkan Ketua PPDB Cadisdik Wilayah VII yang meliputi Kota Cimahi dan Kota Bandung Dr Nanang Wardhana, SE.MM. saat ditemui di Gedung KCD VII Jalan Baros, Kota Cimahi, belum lama ini.

Menurutnya, sejauh ini tidak ada petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis (Juklak juknis) dalam PPDB yang salah. Namun, masih banyaknya masyarakat yang memaksakan kehendaknya, sehingga kekisruhan pun kerap terjadi di setiap pelaksanaan PPDB.

BACA JUGA: Jelang Pemilu 2024, Kesbangpol Bandung Barat Antisipasi Potensi Konflik

“Jadi yang salah itu masyarakat dalam menyikapinya. Dan itu menunjukan jika masih ada masyarakat yang belum dewasa (dewasa prilaku dan pemikiran),” ujarnya.

Dia menjelaskan, jika dipahami lebih dalam adanya persyaratan dalam PPDB sebenarnya untuk mengikat dan mengapresiasi seluruh elemen masyarakat dan calon siswa. Namun, karena daya tampung atau kuota di sekolah terbatas, maka tidak semua calon siswa lulusan SMP diterima semua di SMA/SMK negeri.

“Contoh untuk jalur afirmasi disitu orang miskin dihargai, anak berkebutuhan khusus, perpindahan tugas, anak guru dihargai,” terangnya.

Sementara untuk jalur perstasi, jalur ini mengapresiasi atau menghargai siswa berprestasi baik dari segi akademik atau nilai maupun non-akademik yakni prestasi kejuaraan.

Tidak hanya itu, lanjutnya, bahkan masyatakat terdekat dengan lokasi sekolah pun dihargai melalui jalur zonasi. “Itu sebenarnya bukti penghargaan dari pemerintah. Dan juga upaya agar semua anak usia sekolah bisa terus melanjutkan pendidikan,” paparnya.

BACA JUGA: Daftar Pemilih Tetap di Bandung Barat Pada Pemilu 2024  Naik 10,7 persen

“Tapi karena keterbatasan tadi, maka harus ada persyaratan-persyaratan yang ditetapkan. Jadi siswa bisa bersaing di nilai rapor, bersaing dalam prestasi non-akademik,” tegasnya.

Menyinggung terkait jalur zonasi yang kuotanya lebih banyak, Nanang menuturkan, selain kebijakan tersebut sebenarnya dalam upaya menghilangkan mindset sekolah favorit, intinya untuk memperingan biaya para siswa. Sebab, dengan dekatnya lokasi rumah dengan sekolah, maka tidak perlu mengeluarkan biaya ongkos yang mahal.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan