TUJUH orang ditangkap pihak kepolisian. Ketujuh mahasiswa tersebut, berdasarkan laporan polisi, melebihi batas waktu saat berunjuk rasa dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), di Jalan Sultan Alauddin Makassar, Sulawesi selatan.
Kepala Satuan Reskrim Polrestabes Makassar AKBP Hutagaol, menuturkan, selain melewati batas waktu beraspirasi, massa aksi pun mengganggu arus lalu lintas.
“Mereka menutup jalan dan mengganggu masyarakat dan arus lalulintas,” tutur Hutagaol, melansir dari ANTARA, Selasa (2/5).
Dia menambahkan, saat ini seluruh pendemo yang langsung dibawa ke kantor Polrestabes Makassar.
Diamankan menggunakan mobil Jatanras, kata Hutagaol, untuk ditenangkan sekaligus dilakukan pemeriksaan lanjutan.
“Kita akan lihat, sebab mereka dalam penyampaian pendapatnya. Jadi kita membawa mereka sementara ke kantor untuk penenangan dan pemeriksaan,” katanya.
Diketahui massa aksi yang tergabung dalam Koalisi Perjuangan Pemuda Mahasiswa (KPPM), sudah menyampaikan izin unjuk rasa.
Bahkan aksinya sampai pukul 19.00 Wita. Padahal, lanjutnya, aturan batas waktu penyampaian pendapat hanya pukul 17.00 Wita.
“Terkait surat pemberitahuan aksinya, kita akan cek kembali. Kebetulan dia melaporkannya kemarin, apakah mereka menyampaikan sampai jam berapa dan bagaimana kegiatan mereka, kita tetap periksa,” tutur Hutagaol.
Mengenai berapa jumlah titik aksi memperingati Hardiknas pada sejumlah wilayah Kota Makassar, dari laporan yang masuk ada 24 titik aksi. Selain itu sejumlah jalan protokol di Jalan Andi Pangeran Pettarani, Jalan Sultan Alauddin dan Perintis Kemerdekaan di blokir mahasiswa.
Sebelumnya, para aktivis dari KPPM mulai menggelar aksinya di Jalan Poros Trans Sulawesi , Sultan Alauddin sekitar pukul 15.00 Wita. Mahasiswa ini bahkan memblokir jalan tersebut dengan menahan mobil kontainer yang melintas sembari membakar ban bekas.
Dalam aksinya mereka menuntut mencabut Undang-undang Cipta Kerja, meminta Menteri Tenaga Kerja mengevaluasi kinerja Disnaker Sulsel, sejahterakan buruh, mencabut Undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi karena dinilai tidak sejalan dengannya UUD 1945.
“Kami juga mendesak agar Peraturan Pemerintah tentang Perguruan Tinggi Berbadan Hukum dicabut. Segera mewujudkan pendidikan gratis, demokratis, ilmiah dan ber versi kerakyatan, termasuk menghentikan komersialisasi pendidikan,” ucap Jendral Lapangan Aksi Mujahidin dalam orasinya.