Tutupan Hutan di Pulau Jawa Berada di Fase Kritis, Idealnya 30 Persen di Tiap Wilayah

JABAR EKSPRES — Optimalisasi manfaat lingkungan, perlu dipertahankan untuk kecukupan tutupan hutan untuk setiap Daerah Aliran Sungai (DAS), yakni manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat setempat minimal sebesar 30 persen dari luas DAS dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat, terutama yang tinggal di wilayah sekitar, hutan juga memiliki fungsi perlindungan terhadap lingkungan hidup, keanekaragaman hayati, bahkan termasuk memberikan layanan ekologi bagi kota-kota pesisir dan kota besar. Pada dasarnya hal ini karena menyangkut hajat hidup rakyat.

Pakar kehutanan, Haryadi Himawan mengingatkan, bahwa tutupan hutan di Pulau Jawa sudah sangat kritis di mana hutan negara jika dibandingkan luas pulau hanya 16,7 persen dan jika ditambah dengan hutan hak sekitar 20 persen.

“Ini sudah menjelang lampu merah untuk pulau Jawa,” kata Haryadi di Sekolah Pascasarjana Unpad, Bandung, pada Selasa (11/4).

Dengan kritisnya tutupan hutan di Pulau Jawa, kata Haryadi yang merupakan Senior Assosiate Sustainitiate itu, juga akan berefek pada sulit dilanjutkannya pembangunan nasional.

“Sebagai solusinya, pemerintah harus mampu membangun jejaring, jangan bertindak sebagai eksekutor saja tapi harus bangun jejaring untuk penanggulangannya dengan memperhatikan pada krisis lingkungan,” tambahnya.

Hal serupa diungkap oleh Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta Agus Setyarso yang menjelaskan bahwa dengan kritisnya tutupan hutan, artinya keberlanjutan pembangunan juga kritikal.

“Sekarang ini bisa dikatakan ketika dukungan lingkungan kritikal, pembangunan nasional ataupun wilayah kita itu tidak berkelanjutan, dan itu berat karena banyak aspek yang akan terpengaruh,” jelasnya.

Namun demikian, kata Agus, beberapa daerah telah merespon kekritisan tersebut, seperti Kabupaten Bandung yang berdasarkan laporan di lapangan telah ada tim khusus tahun 2021 untuk percepatan pembangunan dan pengelolaan DAS terpadu yang berbasis DAS mikro, dan berbasis delineasi desa.

“Indikatornya adalah runoff, kualitas air, keanekaragaman hayati, sampah, komunitas atau sosial, tidak menebang terutama di Kawasan Lindung dalam artian memanfaatkan hasil hutan bukan kayu,” tuturnya.

Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Bandung juga, kini aktif mendorong masyarakat menanam pohon setelah banjir terus menerus menerjang kawasan tersebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan