Pengelolaan Tata Ruang Kota Bandung Perlu Evaluasi

BANDUNG – Wilayah Kota Bandung, Jawa Barat kian hari tata ruangnya semakin padat. Selain jumlah penduduk yang semakin tinggi, pembangunan pun kian bertambah.

Sekretaris Dinas Cipta Karya, Bina Konstruksi dan Tata Ruang (Diciptabintar) Kota Bandung, Ruli Subhanudin mengatakan, untuk pengelolaan kawasan perkotaan di Kota Kembang terdapat 8 Sub Wilayah Kota (SWK).

“Ada Bojonegara, Cibeunying, Tegalega, Karees, Arcamanik, Ujungberung, Kordon dan Gedebage,” kata Ruli saat dihubungi melalui seluler, Rabu (15/3).

Dia menjelaskan, dari 8 SWK tersebut secara keseluruhan luas lahannya sekira 17.000 hektare.

“Kota Bandung secara umum pengelolaannya diarahkan ke Timur, ada 4 SWK. Ujungberung, Kordon dan Gedebage,” sebut Ruli.

Dia menerangkan, pengelolaan lebih diarahkan ke Timur, sebab secara kewilayahan lahannya masih banyak yang terbuka.

Oleh sebab itu, lanjut Ruli, untuk 4 SWK yang berada di area Timur Kota Bandung, sampai saat ini pengelolaannya masih sangat berpotensi.

“Kemudian topografinya relatif datar, sehingga mudah untuk melakukan pembangunan-pembangunan dari sisi infrastruktur,” terangnya.

Disamping itu, Ruli mengungkapkan, kepadata jumlah penduduk di 4 SWK area Timur tersebut masih tergolong rendah, sebab masih banyak lahan terbuka.

“Namun yang jadi kekurangan dan kendalanya itu adalah akses,” ungkapnya.

Karenannya, pihak Pemerintah Kota Bandung agar memperhatikan akses, sebab perlu evaluasi serta pengembangan.

“Contohnya kemarin Masjid Raya Al Jabbar, aksesnya jadi sorotan. Untuk yang 4 SWK sisanya itu dikendalikan bentuk lahannya,” ucap Ruli.

Dia mengaku, pengendalian 4 SWK dilakukan sebab kawasan lahannya dinilai sudah penuh, selain pembangunan yang kian marak juga karena bertambahnya jumlah penduduk Kota Bandung.

“Supaya tidak melebihi daya tampung dan daya dukung. Karena sudah padat bahkan kawasan kumuhnya pun banyak seperti di bawah Jembatan Layang Pasopati,” ujarnya.

Ruli memaparkan, apabila daya tampung dan daya dukung wilayah tidak dilakukan pengendalian, maka dampaknya bisa domino selain kian padatnya tata ruang serta memadatnya akses lalu lintas, juga terhadap lingkungan.

“Artinya fungsi dan daya dukung sudah tidak sesuai dengan daya tampung, maka bisa berdampak. Bisa jadi banjir, macet dan lain-lain,” paparnya.

“Saya harap ada kesadaran masyarakat juga dalam mendukung pengelolaan tata ruang di Kota Bandung,” pungkas Ruli. (bas)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan