PPS ini dibagi menjadi dua kebijakan, yaitu: Kebijakan I atas harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat wajib pajak (baik orang pribadi maupun badan) mengikuti program Tax Amnesty; dan Kebijakan II atas harta perolehan tahun 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2020.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak disebutkan bahwa bagi wajib pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan atas penyampaian Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, harus membukukan nilai harta bersih yang disampaikan dalam SPPH sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam neraca.
Kemudian terhadap tambahan harta dan utang yang diungkapkan oleh wajib pajak dalam SPPH yang belum atau kurang dilaporkan dalam SPPH untuk wajib pajak peserta PPS Kebijakan I; dan atau belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2020, diperlakukan sebagai harta baru dan perolehan utang baru bagi wajib pajak sesuai tanggal Surat Keterangan serta dilaporkan pada SPT Tahunan PPh tahun pajak 2022.
Selanjutnya atas harta yang diungkapkan dalam SPPH, baik untuk PPS Kebijakan I maupun Kebijakan II yang berupa aktiva berwujud, tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan.
Terakhir atas harta yang diungkapkan dalam SPPH, baik untuk PPS Kebijakan I maupun Kebijakan II yang berupa aktiva tidak berwujud, tidak dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan.
Dari penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa untuk harta yang sudah diungkapkan dalam SPPH, baik untuk PPS Kebijakan I maupun Kebijakan I untuk wajib pajak yang melakukan pembukuan, nilai harta bersih yang disampaikan di dalam SPPH harus dibukukan sebagai tambahan atas saldo laba ditahan di neraca; dilaporkan di dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi maupun badan tahun pajak 2022 dan diperlakukan sebagai harta baru di mana pengisian tahun perolehannya adalah sesuai tanggal Surat Keterangan SPPH yang diterima oleh wajib pajak; apabila berupa aktiva berwujud, tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan; begitu juga untuk yang berupa aktiva tidak berwujud, tidak dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan.