Jabar Ekspres – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar diminta bisa bersikap tegas terkait dugaan pencatutan dukungan. Hal itu diungkapkan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jabar, Abdullah lantaran banyaknya temuan dalam verifikasi faktual (verfak) sampel dukungan bakal calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Selama proses verfak kesatu, Bawaslu masih menjumpai sampel dukungan dengan latar belakang pekerjaan yang sudah pasti tidak bisa menjadi pendukung. Pekerjaan yang dimaksud seperti aparatur sipil negara (ASN), petugas kepolisian, anggota TNI hingga penyelenggara pemilu. Temuan itu ada di Kota dan Kabupaten Bandung.
Kasus dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) itu sebenarnya juga sudah mencuat pada tahap verifikasi administrasi bakal calon DPD itu.
KPU Jabar sendiri sudah menerima 313 aduan terkait dugaan pencatutan NIK untuk dukungan politik itu.
Abdullah menguraikan, dugaan pencatutan itu sebenarnya juga cukup merugikan bagi masyarakat. Hal itu terkait perlindungan data pribadi juga.
“Masyarakat dirugikan, contoh saja ketika mau daftar jadi penyelenggara pemilu tidak bisa karena NIK-nya tercatut,” terangnya kepada Jabar Ekspres, Kamis (2/3).
Abdullah berharap, KPU bisa bersikap tegas. “Bisa langsung koordinasikan dengan parpol atau bakal calon DPD. Kalau perlu jika ada aduan langsung bisa keluarkan dari silon atau sipol,” cetusnya.
Abdullah mengakui jika dugaan pencatutan dukungan semacam itu juga bisa masuk unsur pidana. Namun hal itu juga sudah bukan lagi dalam kewenangan Bawaslu.
Masyarakat yang merasa dirugikan bisa melaporkan ke kepolisian, sehingga hal tersebut bisa diproses secara hukum.
Dalam kesempatan itu juga, Abdullah mengingatkan kepada 36 bakal calon DPD yang tidak lolos verfak kesatu untuk lebih cermat dalam mempersiapkan perbaikan dukungan. “Jangan masukkan sampel yang pasti akan di TMS kan,” terangnya.
Sebelumnya, Pengamat Politik dan Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Bidang Keamanan Dalam Negeri Prof. Muradi Ph.D juga sempat merespon terkait dugaan pencatutan NIK itu.
Dia menilai, fenomena pencatutan NIK semacam itu bukan hanya diproses secara administrasi kepemiluan, tetapi perlu juga didalami ke arah pidana kepemiluan.
“Ini, sudah mengarah kepada pemanfaatan data pribadi tanpa izin, sehingga bisa masuk ke dalam unsur Pidana,” jelas Muradi