Oleh: Atjep Amri Wahyudi (53)
Ujang (sekitar 15 tahun) begitu nama yang penulis panggilkan kepadanya setiap penulis keluar dari mulut gang untuk menuju pintu tol Buah Batu. Dan sesuai dengan naluri penulis sebagai aktivis literasi, penulis tidak hanya menyapa namun juga memberi pencerahan kepadanya. Pencerahannya adalah jika sedang bekerja agar jangan sambil merokok. Sehari-hari Ujang berprofesi sebagai pak Ogah alias polisi cepek’an. Nah dalam bekerja itu ia lakukan sambil meniup peluit sekaligus menghisap rokok.
Nah saat pertama kali penulis bertemu Ujang di ujung gang, penulis berikan uang receh sambil mengiming-iming ”Jang, kalau kamu bekerja tanpa merokok setiap aku lewat aku akan kasih kamu noceng”. Siap pak, jawabnya. Lantas sambil menekan gas penulis tambahkan,”Kalau kamu kerja sambil merokok kesannya nggak serius dan jadinya orang paling kasih kamu koinan”.
Besoknya ketika ketemu Ujang lagi di depan mulut gang, penulis lihat di bibirnya hanya ada peluit, tidak lagi terselip rokok. Dan sesuai dengan janji maka penulis memberinya noceng (ngasih noceng aja banyak nasihat, mungkin begitu pikir si Ujang he he).
Sekelumit kisah dan dialog di atas jadi pembuka essay kali ini menyoroti kebijakan baru pemerintah terkait dengan penjualan rokok. Sekarang masyarakat khususnya ahli hisap tidak lagi bisa membeli rokok ketengan alias batangan, jadi minimal harus satu bungkus.
Hal di atas seiring dengan terbitnya Keppres Nomor 25 tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Dalam keppres tersebut termuat Rancangan PP tentang Perubahan atas PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Aditif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Nah di dalam RPP produk Kemenkes inilah memuat larangan menjual rokok ketengan.
Bersamaan dengan pelarangan ini juga diumumkan adanya kenaikan cukai rokok per 1 Januari 2023. Dengan demikian kebijakan ini mempunyai dua misi. Untuk kenaikan cukai rokok sudah pasti terkait dengan penerimaan negara. Sedangkan larangan penjualan rokok ketengan adalah untuk menekan ketergantungan masyarakat pada rokok. Terkesan anomali memang. Di lain sisi negara perlu penerimaan melalui cukai rokok namun di sisi lain pemerintah justru berusaha menekan tingkat konsumsi rokok dengan maksud supaya masyarakat sehat.