JABAR EKSPRES, JAKARTA – Mampu menyumbang 61 persen atau Rp 8.573,89 triliun dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2021. Kini para pelaku UMKM tengah dihadapkan pada kondisi perekonomian yang sulit diprediksi, serta bayang-bayang resesi dunia.
Sebagai venture-backed company di Indonesia yang bergerak di bidang online fulfillment service dan telah menerima pendanaan Serie A dari Bukalapak, Crewdible mengukuhkan komitmennya dalam menyediakan jasa bisnis online terpadu bagi para pemilik business online dan UMKM (Local Heroes) untuk dapat tumbuh dan berkembang bersama, melalui kampanye #bikinLOKALmakinVOKAL.
Sukses dengan micro warehouse model pada tahun 2016, setahun setelahnya atau tepatnya tahun 2017, Crewdible diresmikan sebagai perusahaan startup Indonesia yang bergerak di bidang online fulfillment service dengan mengedepankan sistem crowdsourcing.
Perusahaan yang telah mendapatkan pendanaan dari Angel Investor di tahun 2019 ini memberdayakan gudang/ruko kosong untuk dijadikan sebagai mitra gudang.
Founder dan CEO Crewdible, Dhana Galindra mengatakan, Pihaknya memiliki visi untuk menciptakan ekosistem terintegrasi yang memudahkan semua orang untuk memulai, mengembangkan, dan memiliki bisnis yang berkelanjutan.
“Karenanya misi kami adalah memberdayakan dan berkembang bersama mitra-mitra dengan memberikan layanan fulfillment terbaik, sehingga mitra UMKM bisa berkonsentrasi untuk pengembangan produk dan merek,” ujar Dhana Galindra, Rabu (15/2).
Sementara itu, Direktur Bukalapak, Victor Putra Lesmana mengatakan, Bukalapak dan Crewdible memiliki misi yang sama.
“Kami ingin agar UMKM mendapatkan dukungan berupa layanan teknologi terbaik untuk mendorong pengembangan bisnis UMKM dengan efisien dan berkelanjutan,” ujarnya.
Dukungan Untuk UMKM
Memiliki kontribusi penting bagi pembangunan Indonesia, sudah semestinya para pelaku UMKM membutuhkan dukungan untuk menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan usahanya yang kerap dihadapi.
Beberapa dukungan seperti, keterbatasan alat dan infrastruktur, kurangnya sumber daya dan pengalaman dalam mengelola fulfillment yang menyebabkan human error, internal fraud dan waktu yang tidak efisien; kebutuhan modal dan biaya yang besar untuk membuat infrastruktur fulfillment, mulai dari sewa properti, perlengkapan, hingga gaji karyawan; lokasi usaha tidak strategis karena kebanyakan pebisnis online tinggal di area suburban yang dapat meningkatkan potensi biaya lebih tinggi bahkan sulit untuk melakukan instant/same day delivery.