Acara Mata Najwa dalam edisi “PSSI BISA APA” membuat harapan bahwa akhirnya orang-orang yang memang hanya mencari uang di tubuh federasi PSSI bisa disingkirkan. Namun nyatanya orang-orang tersebut sampai sekarang masih duduk manis.
Maka jangan salahkan ketika banyak suporter merasa skeptis dengan Sepak Bola Indonesia. Tragedi Kanjuruhan menjadi hal yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Apalagi hamper 130 jiwa meninggal dunia dalam peristiwa tersebut. Tapi sampai saat ini belum ada kejelasan lagi mengenai peristiwa Kanjuruhan tersebut.
Bagi PSSI mungkin 130 manusia itu hanya angka, lalu dengan entengnya roda kompetisi Liga 1 kembali digulirkan dengan harapan agar Sepak Bola Indonesia kembali bergelora. Namun bagi korban Kanjuruhan Sepak Bola menjadi olahraga paling mengerikan.
Uniknya lagi, Ketua Umum PSSI di negara ini sangat terkenal malah melebihi pemain bolanya itu sendiri. Coba kalau tengok ke negara yang sudah maju level kompetisinya seperti Inggris, apakah masyarakat Inggris mengetahui siapakah Ketua Umum FA Asosasi Sepak Bola Inggris? Sepertinya tidak.
Karena yang terpenting adalah kualitas Sepak Bolanya bukan soal siapa saja orang yang menjabat di federasi. Tidak heran akhirnya Sepak Bola Indonesia hanya berjalan ditempat. Kita selalu diromantisasi oleh keadaan bahwa akhirnya Indonesia memiliki pelatih hebat. Sadarkah bahwa sebenarnya tetap saja nihil prestasi? bukan salah Shin Tae Yong melainkan federasi yang tidak becus.
Banyak sekali yang meminta hasil instant dan cepat padahal meskipun Indonesia berhasil merekrut pelatih kelas dunia seperti Pep Guardiola pun yakin rambut Pep akan tumbuh kembali ketika melihat kondisi Sepak Bola Indonesia dan melatih Timnas Indonesia. Jadi, sebenarnya bukan soal siapa pelatihnya tetapi siapa orang-orang yang berada dibalik federasi. Jika orang-orangnya kompeten maka Timnas Indonesia pun akan maju.