Tidak mudah: buyutnya punya rumah besar di Xiamen. Sang Buyut sudah lama meninggal di Xiamen.
Kakeknya pun (anak sang buyut) sudah lama meninggal. Ayahnya yang masih hidup: di salah satu kota di Indonesia. Saudara ayahnya masih tiga yang hidup: semua tinggal di Indonesia.
Saudara ayahnya yang lain, sudah meninggal. Salah satunya meninggal di Hong Kong. Yang di Hong Kong itulah yang memegang sertifikat rumah di Xiamen itu. Sebelum meninggal ia menyerahkan sertifikat itu ke putrinya. Sang putri juga tinggal di Hong Kong. Sendirian. Sudah tua. Sekitar 70 tahun.
Masalah timbul dua tahun lalu: pemerintah Tiongkok ingin menggunakan rumah itu untuk museum. Yakni museum yang terkait dengan hubungan Tiongkok dan Indonesia.
Kota Xiamen bukan ibu kota provinsi Fujian, tapi kota terbesar di provinsi itu. Juga kota pelabuhan yang indah. Modern. Dari pelabuhan Xiamen ini, duluuuuu, banyak penduduk Fujian merantau ke Asia Tenggara. Termasuk ke Indonesia.
Pemerintah Tiongkok ingin membayar ganti rugi rumah tersebut. Senilai sekitar Rp 100 miliar. Tentu pemerintah Tiongkok menyerahkan uang itu ke pemegang sertifikat yang tinggal di Hong Kong.
Masalahnya, bukan hanya yang di Hong Kong itu ahli waris Sang Buyut. Ahli waris lain kirim surat ke pemerintah Tiongkok. Agar pembayaran dilakukan ke semua ahli waris.
Pemerintah Tiongkok ternyata merespons surat ahli waris itu. Pemerintah memberi waktu tiga tahun. Agar semua ahli waris bersepakat. Kalau dalam tiga tahun tidak ada kesepakatan, uang akan tetap dibayarkan ke pemegang sertifikat.
Batas tiga tahun itu sudah terlewat dua tahun. Ayah Fiona tinggal punya waktu satu tahun.
Maka sampai satu tahun ke depan, setiap kali membaca komentar Fiona, persoalan itulah yang akan terus hidup di benak saya. Imaji yang luas menyempit menjadi satu persoalan warisan.
Tentu saya tidak mau menanggung itu sendirian. Mulai hari ini Anda pun harus ikut memikirkannya.(Dahlan Iskan)
***
Belajar Menyikapi Kehilangan
Thamrin Dahlan
Ini dia kisah haru biru Kaum Perusuh di Agrowisata Agrinex Pandeglang Banten. Selama 2 hari 1 malam. Menutup akhir tahun 2022. Di perkebunan buah Desa Cikeusik milik Ibu Rifda Ammarina. Haru biru itu menyisakan kenangan terbaik sepanjang tahun.