BOGOR – Ketua Asosiasi Pemerintah Seluruh Indonesia (APEKSI), Bima Arya mengatakan, program pemerintah pusat terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur dinilai langkah berani dan visioner.
Menurutnya, IKN merupakan simbol dan gestur dari political will luar biasa. Hal itu ditegaskannya dalam APEKSI Outlook di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu (18/12).
“Pemimpin itu harus berani dan punya visi. Tidak mudah untuk membuat satu kebijakan yang mungkin saat itu tidak populer tapi kedepannya memberikan dampak jangka panjang luar biasa bagi bangsa dan negara. Tidak mudah di tengah persoalan yang rumit hari ini untuk berpikir jauh ke depan,” ungkapnya dikutip Senin, 19 Desember 2022.
“Karena itu, kami wali kota seluruh Indonesia yang hadir di kilometer 0 IKN kemarin, bersepakat untuk sepenuhnya mendukung pembangunan IKN di Kalimantan,” imbuhnya.
Dia menimbang, pemindahan IKN bukan hanya sekedar pemindahan Ibu kota pemerintahan. Namun, menjadi bagian dari upaya besar Indonesia untuk melakukan transformasi ekonomi Indonesia dan pemerataan pembangunan.
“Ini momentum terbaik untuk menggeser episentrum Indonesia, pusat peradaban nusantara dari Pulau Jawa ke Kalimantan yang sudah diimpi-impikan oleh segenap elemen bangsa dari masa ke masa. Bahkan, dari zaman Presiden Soekarno. Mimpi seluruh anak bangsa ketika pembangunan merata,” jelasnya.
Wali Kota Bogor itu juga menekankan, bahwa APEKSI yakin bahwa IKN itu akan memberikan dampak bagi kota-kota di Pulau Kalimantan.
“Kalau IKN ini sebagai sarafnya, maka Samarinda, Balikpapan sebagai jantungnya dan seluruh kota di Kalimantan arteri atau pembuluhnya. Semuanya akan hidup bergerak dan semakin sehat ke depan,” sebutnya.
Dia membeberkan, alasan lain mengapa APEKSI mendukung pembangunan IKN tersebut adalah bahwa IKN ini simbol dari kota modern yang ramah lingkungan, berkelanjutan dan kota yang inklusif.
“Kota-kota di Indonesia yakin bahwa pembangunan IKN ini akan memberikan dampak bagi pergerakan kota-kota menuju kota untuk semua, memanusiakan manusia, membangun peradaban. Tidak saja membangun infrastruktur, tapi juga kultur,” paparnya.
Namun, sambung dia, mimpi tadi bukan tanpa tantangan. Dengan begitu pihaknya berharap, proses perencanaan dan pelaksanaannya harus bersifat inklusif dan partisipatif, melibatkan semua.