Bukan Dinasti

Barulah di zaman cicitnya ini ada keturunan Chiang Kai-shek yang masuk politik lagi. Tapi sudah bukan sebagai pewaris dinasti. Chiang Wan-an harus membawa namanya sendiri. Apalagi ia cucu dari jalur istri selir. Yang karena itu ayahnya dulu tidak mau pakai marga Chiang. Baru belakangan marga itu dipakai lagi.

Tanggal 1 Desember lusa Taiwan sudah menyatakan bebas masker untuk di luar ruang. Tentu kabar ini meluas juga sampai ke daratan Tiongkok. Itu semakin membuat rakyat Tiongkok geram: sampai kapan kebijaksanaan Zero Covid dipertahankan oleh penguasa daratan. Demo pun pecah di banyak kota, termasuk Shanghai. Tapi kebijakan Zero Covid tidak berubah.

Chiang Wan-an menjadi bintang baru di Taiwan. Tanpa ada kekhawatiran membangun dinasti baru.(Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 29 November 2022: Alvin Ukraina

Pryadi Satriana

Bukan saja masuk dlm kelas/kelompok ‘jurnalis blajaran’, Dahlan jg masuk kategori ‘jurnalis comberan’, memuat hampir semua yg ‘dinjeplakkan’ narasumber tanpa ada cek & ricek. Asuransi itu bisnis kepercayaan. Data yg menyangkut asuransi mestinya harus minta konfirmasi dari pihak asuransi terkait supaya tidak merugikan pihak asuransi ybs., ndhak asal dimuat begitu saja. Mosok seorang “profesor” gitu aja ndhak ngerti. Apa memang sekadar ‘profesor ghibah’? Gini kok ya pernah jadi menteri. Gak cocok jg jadi jurnalis. Jurnalis tidak sekadar mendasarkan pada “people’s right to know” tapi juga pada dampak tulisannya. Mulai belajar utk memikirkan dampak dari tulisan Anda ya, Pak Dahlan. Salam. Rahayu.

 

Pryadi Satriana

Tulisan ttg Alvin terkait asuransi SUDAH memunculkan komentar bahwa kerugian yg diderita pihak asuransi krn ‘dibobol’ Alvin – yg belum tentu benar! – tidak seberapa dibandingkan kerugian nasabah yg ‘sulit’ memperoleh ‘klaim asuransi’-nya. Sesuatu yg ndhak jelas – belum dikonfirmasi ke pihak2 terkait asuransi – sudah disebarluaskan ke publik. Dari ‘ghibah’ bisa menjurus ke ‘fitnah’. Dahlan Iskan mesti lebih kritis dalam menyaring berita dan lebih hati2 dalam menuliskannya. Kalau nau menerima ‘kek2-an’ gelar profesor ya jg harus dijaga marwahnya, kalau ndhak mau ya ‘buang aja gelar itu’, drpd malah ‘ngisin-isini’. Salam. Rahayu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan