Gempa Cianjur Pernah Terjadi Tahun 1970-an, Ini Penyebab Menurut Pakar Gempa ITB

Jabarekspres,com – Pakar Gempa sekaligus Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Dr. Irwan Meilano, mengungkapkan penyebab gempa Cianjur yang berkekuatan 5.6 SR yang mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11) kemarin.

Dr. Irwan mengungkapkan, berdasarkan beberapa data yang didapatkannya serta melihat gempa susulan dan kerusakan yang terjadi Sesar Cimandiri disebut menjadi pemicu gempa tersebut.

”Penyebab gempa ini adalah Sesar Cimandiri yang membujur dari Teluk Pelabuhan Ratu sampai sekitar Padalarang. Hal ini juga senada dengan perkataan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati,” ungakpnya.

Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB tersebut menjelaskan, Sesar Cimandiri tergolong sesar aktif. Menurutnya, sesar merupakan bidang rekahan yang disertai dengan adanya pergeseran, mengalami retakan, atau memiliki celah.

”Pada sesar ini terdapat akumulasi tegangan tektonik yang menjadi gaya penerus gempa. Jika ditilik melalui pendekatan geologi, juga menunjukkan hal yang serupa,” jelas dia.

Menurunya, sesar ini termasuk sumber gempa yang independen dan tidak dipengaruhi oleh gempa-gempa sebelumnya. ”Jadi ada potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan,” ujarnya.

Gempa yang terjadi kemarin sekitar pukul 13.21 WIB tersebut bukan tergolong gempa besar jika ditinjau dari kekuatannya. Namun, sampai berita ini dirilis, tercatat 162 korban jiwa meninggal dan kerusakan infrastruktur yang masif.

Terjadi Bukan Pertama Kali

Hal ini disebabkan karena hiposentrumnya yang tergolong dangkal, terdapat lapisan yang cukup halus, dan bangunan di atasnya yang tidak tahan gempa.

Dia mengatakan, gempa Cianjur ini bukan kali pertama pergerakan Sesar Cimandiri. Tapi, Gempa dengan kekuatan yang sama pernah terjadi di tahun 1970-an.

”Ada pembelajaran yang bisa dipetik dari bencana. Concern utama berada di pemerintah dan pemda, perlu ada upaya untuk memahami bahwa daerah tersebut memiliki potensi gempa,” cetusnya.

Dia menerangkan, penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya serta jaraknya dari sumber gempa.

Selain itu, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan