Hari Pahlawan Nasional: Seni Bukan Hanya Media Hiburan, Tapi Bisa Menjadi Media Perlawanan

BANDUNG – Bertepatan dengan hari pahlawan pada tanggal 10 November 2022, mengingatkan kita untuk menghargai jasa-jasa pahlawan. Dengan adanya peristiwa perjuangan di Surabaya, maka hari ini (10/11) dicanangkan sebagaikan hari pahlawan nasional.

Hari pahlawan ini memiliki makna yang perlu kita hargai. Untuk memaknainya dalam kehidupan sehari-hari di masa kini, kita tidak perlu berperang ke medan perang. Sebagai masyarakat modern dengan canggihnya teknologi kita hanya perlu mempertahankan kemerdekaan dengan belajar yang tekun, meraih prestasi dibidang yang kita tekuni, menolong sesama dan membiasakan mengucapkan terima kasih, maaf, dan tolong kepada orang lain.

Tentunya memaknai hari pahlawan tidaklah terbatas dengan menghargai para pahlawan yang berjuang memerdekakan negara Indonesia. Misalnya pahlawan di bidang pendidikan, bidang pertanian, bahkan dibidang seni pun perlu kita hargai.

Seperti pencipta lagu Indonesia Raya, Wage Rudolf Supratman, beliau ditetapkan sebagai pahlawan dalam bidang seni. Juga nama Ismail Marzuki, Usmar Ismail, Affandi pun tidak luput ditetapkan sebagai pahlawan seni. Sehingga sudah sejak lama sekali seni digunakan sebagai media perlawan, bahkan sebelum bangsa Indonesia merdeka.

Seperti yang sedang berlangsung hari ini di kampus ISBI Bandung, ICAS-Fest (International Cultural Art Space Festival) menyuguhkan beragam kreator bidang seni. Bahkan kreator seni itu bisa kita sebut sebagai pejuang-pejuang seni budaya. Mulai dari seni pertunjukan, seni rupa, bahkan riset-riset seni budayanya.

Mengapa demikian? Karena para kreator, pelaku seni, praktisi seni juga memiliki daya juang yang gigih untuk mempertahankan seni budaya. Disamping karya seni bisa dinikmati sebagai kepuasan estetik, seni juga merupakan hasil dari respon para pelakunya terhadap sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya.

Salah satu karya salah satu mahasiswa Pascasarjana ISBI Bandung bernama Budi Jak yang ditampilkan di acara ICAS-Fest. Karya yang berjudul Ngaruhu’k’Ng mengangkat isu deforestasi atau penggundulan hutan. Lalu karya Ruwat bumi : endapan ingatan yang disutradarai oleh Adhi Pratama. Dalam ke 2 karya seni itu tersirat makna yang tak lain adalah mengajak para apresiator untuk menyelamatkan bumi dari tangan-tangan orang yang serakah. Karena semakin kesini penggundulan hutan semakin gencar dilakukan untuk kepentingan sebagian orang.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan