JabarEkspres.com, BANDUNG – Wacana pengembalian pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) menuai polemik.
Pasalnya, dianggap rawan menimbulkan terjadinya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau KKN.
Diketahui, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) bersama Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada Senin (10/10) melakukan pembahasan wacana pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai wacana pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD merupakan bentuk kejahatan demokrasi.
“Wacana itu jelas kriminal, layak disebut kejahatan demokrasi kita, meskipun tidak menutup peluang adanya evaluasi pemilihan langsung menjadi asimetris,” kata Dedi kepada Jabar Ekspres, Jum’at (14/10).
Dedi menjelaskan, di Indonesia tidak semua daerah bisa dipilih langsung oleh DPRD. Sebab terdapat daerah yang dianggap istimewa maupun rawan konflik. Sehingga perlu dipertimbangkan kembali wacana tersebut.
Dia menyebutkan, semisal untuk di Papua, Daerah Istimewa atau daerah konflik yang memang tidak memungkinkan. Dan itu pun terbatas pada pemilihan Gubernur, bukan bupati atau walikota.
“Artinya tidak semua daerah dipilih langsung, dengan kondisi tertentu,” sebut dia.
Terakhir dia menuturkan, daripada mewacanakan pemilihan kepala daerah dipilih DPRD, lebih perlu yang di wacanakan adalah penghapusan DPRD Provinsi. Pasalnya, sejauh ini fungsi DPRD Provinsi hampir tidak ada.
“Wacana penghapusan DRPD Provinsi lebih penting di banding dengan peniadaan pilkada secara langsung,” hematnya.
Saat ditanya mengenai dampak jika wacana pemilihan kepala daerah dipilih DPRD, Dedi mengatakan potensi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau KKN bakal lebih besar terjadi.
“KKN akan semakin mengemuka, potensi rasuah membesar karena pengawasan sulit, yang pasti ketika DPRD diberi kuasa memilih kepala daerah, ini akan membuat peluang mereka menjadi koruptor-koruptor baru semakin besar,” tandasnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan siapa pun berhak mengemukakan wacana.
Namun demikian, usulan apapun yang bertujuan untuk perbaikan tetap harus mendapat persetujuan dari masyarakat.
“Saya kira ikutin kesepakatan, bahwa kesepakatannya dipilih oleh rakyat. Kalau ada wacana seperti itu, tidak masalah. Namanya juga wacana,” kata dia.