Jabarekpres.com – Kerusuhan di stadion Kanjuruhan, Malang menewaskan 127 nyawa melayang. Kerusuhan terjadi ketika laga Arema vs persebaya, yang dimana kerusuhan terjadi ketika pertandingan berakhir saat Arema harus kalah dari Persebaya.
Melansir dari cnn.com tragedy kerusuhan di Kanjuruhan ini diakibatkan karena penumpukan masa sehingga banyak yang terinjak-injak.
“Di dalam proses penumpukan itulah terjadi sesak nafas karena kekurangan oksigen,” imbuhnya saat meberikan keterangan di Mapolres Malang, dilansir DetikJatim, Minggu (2/10)
Nico mengungkapkan 180 orang luka-luka selain meninggal dunia dan saat ini dirawat di rumah sakit.
“Tim medis dan tim gabungan melakukan penyelamatan di stadion kemudian dievakuasi ke beberapa rumah sakit,” jelasnya.
127 orang dikabarkan tewas dalam kericuhan usai pertandingan Alema vs Persebaya. Dua di antara korban tewas adalah petugas polisi.
Dikutip dari detik.com Kericuhan sendiri bermula saat para suporter Arema menyerbu lapangan usai timnya kalah melawan Persebaya. Banyaknya suporter yang menyerbu lapangan direspons polisi dengan menghalau dan menembakkan gas air mata.
Gas air mata juga ditembakkan ke arah tribun. Tembakan gas air mata tersebut membuat para suporter panik, berlarian, dan terinjak-injak.
Dari tragedy yang mengerikan ini setidaknya ada netizen yang menganggap bahwa kerusuhan ini bukanlah murni kesalahan dari para supporter.
Dikutip dari akun twitter @nadhiraqn ia mengungkapkan aspirasinya melalui sebuah postingan di twitter, bahwa apakah polisi tidak belajar dari kasus sebelumnnya?
“Pola kejadian malam ini di kanjuruhan yang melibatkan arema dengan polisi ini bukan baru pertama, apakah polisi tidak belajar dari kasus kasus sebelumnya? Andai tidak perlu sampai disemburkannya gas airmata, mungkin tidak sampai separah ini keadaanya. Turut berduka untuk arema”
Ia juga berpendapat bahwa tragedy maut di Kanjuruhan rata-rata yang meninggal karena tembakan gas air mata
“Media hanya fokus menyudutkan para supporter lantas apakah pelanggaran prosedur keamanan yang dilakukan pihak kepolisian itu dibenarkan?”
“Seharusnya sudah dari beberapa tahun lalu pihak keamanan mengetahui bahwa penggunaan gas air mata merupakan pelanggaran kode keamanan FIFA, lalu timbul pertanyaan dalam benak saya apakah sebenarnya pihak keamanan yang berjaga ini dibekali kemampuan untuk mengelola masa? Atau Cuma bermodalkan kekerasan dan arogansi? Lanjutnya