Contoh Khutbah Jumat Maulid Nabi 2022, Amalan di Bulan Maulid

 

Para pecinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbahagia, Para ulama sepeninggal raja al-Muzhaffar juga tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengingkari peringatan maulid. Bahkan al-Hafizh Ibnu Dihyah dan lainnya menulis karangan khusus tentang maulid. Peringatan maulid juga dinilai bagus oleh al-Hafizh al-‘Iraqi, al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Hafizh as-Suyuthi dan lainnya. Hingga kemudian pada sekitar 200 tahun yang lalu, muncul sekelompok orang yang mengingkari peringatan maulid dengan keras. Mereka mengingkari perkara yang dinilai baik oleh ummat Islam dari masa ke masa selama berabad-abad lamanya. Mereka menganggap bahwa peringatan maulid adalah bid’ah yang sesat. Mereka berdalih dengan sebuah hadits yang mereka tempatkan tidak pada tempatnya, yaitu hadits كُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ (Setiap perkara baru yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi adalah bid’ah). Hadits ini memang sahih. Akan tetapi maknanya tidaklah seperti yang mereka katakan. Para ulama menjelaskan, makna hadits tersebut bahwa perkara yang dilakukan sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bid’ah yang buruk dan tercela kecuali perkara yang sesuai dengan syariat.

 

Jadi kata “Kullu” dalam hadits tersebut maknanya bukanlah “semua tanpa terkecuali”, tapi “al aghlab” (sebagian besar). Hal ini sebagaimana dalam firman Allah yang menceritakan tentang angin yang menjadi ‘adzab bagi kaum ‘Ad:

 

تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍۢ بِاَمْرِ رَبِّهَا (سورة الأحقاف: ٢٥)

 

Maknanya: “Angin itu menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya“ (QS al-Ahqaf: 25)

 

Kenyataannya, angin tersebut tidak menghancurkan segala sesuatu. Tidak menghancurkan bumi dan langit. Angin tersebut hanya menghancurkan kaum ‘Ad dan harta benda mereka. Allah menggunakan redaksi “semua”, tapi yang dimaksud adalah “sebagian”.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ  (رواه مسلم وغيره)

 

Maknanya: “Barangsiapa merintis perkara baru yang baik dalam Islam, maka ia  mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa berkurang pahala mereka sedikit pun.” (HR Muslim dan lainnya)

 

Oleh karenanya, Imam asy-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata:

 

“Bid’ah itu ada dua macam: Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela), jadi bid’ah yang sesuai dengan sunnah adalah terpuji dan bid’ah yang menyalahi sunnah adalah tercela.” (Perkataan Imam asy-Syafi’i ini diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dan lainnya).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan