Peralihan Kompor Gas ke Kompor Listrik, Apakah Efektif?

JAKARTA – Program konfersi kompor gas ke kompor lisrik tampaknya sudah mulai dijalankan oleh pemerintah dalam waktu dekat ini. Apakah kompor listrik efektif?

Pada prakteknya suapaya efektif, pemerintah akan memberikan paket kompor listrik secara gratis kepada 300 ribu rumah tangga.

Adapun rumah tangga penerima paket kompor listrik ini adalah yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Untuk kelengkapannya, paket tersebut terdiri dari satu kompor listrik, satu alat masak dan satu Miniature Circuit Breaker (MCB) atau penambah daya khusus untuk kompor listrik.

“Jadi satu rumah itu dikasih satu paket, kompornya sendiri, alat masaknya sendiri, dayanya dinaikin,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana di DPR, Rabu 21 September 2022.

Rida menjelaskan, harga paket kompor listrik ini sekitar Rp1,8 juta, sehingga jika sasarannya 300 ribu rumah tangga, maka anggaran yang dibutuhkan tahun ini sekitar Rp540 miliar.

“Kemungkinan masih bisa ada perubahan. Sebab, ada masukan agar daya kompor listrik yang dibagikan dinaikkan,” ujarnya.

Rida menyebut, saat ini daya kompor listrik yang akan dibagikan sebesar 800 watt untuk dua tungku. Namun, ada masukan dari DPR agar dayanya dinaikkan menjadi 1.000 watt.

“Perencanaan awal, sama-sama dua tungku, awalnya 800 watt, sekarang mau dinaikkan lagi salah satunya 1.000 MW,” terangnya.

Menurut Rida, jika perubahan daya dilakukan, maka akan ada tambahan anggaran untuk satu paket kompor listrik.

“Misalnya, saat ini dengan daya 800 watt itu Rp1,8 juta, maka dengan daya 1.000 watt bisa mencapai Rp2 juta per paket,” jelasnya.

Pengamat energi terbarukan Surya Dharma menilai, konversi LPG 3 kg ke kompor listrik 1.000 watt bukan solusi yang tepat karena menggunakan kompor yang masih mengutamakan listrik berbasis batu bara.

Menurutnya, konversi tersebut justru akan menambah penggunaan batubara jika tidak mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).

“Seharusnya pola penggantian ini harus dilakukan dengan analisis dan peta jalan yang baik. Akibatnya nanti juga akan terjadi penambahan batubara lagi jika tidak mengikuti peta jalan dan KEN yang sudah disepakati dalam PP 79 Tahun 2014,” kata Surya dalam pernyataannya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan