Jumlah ODGJ di Jabar Capai 21 Ribu Orang

BANDUNG – Dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, Fasilitas dan penanganan Kesehatan untuk Orang dengan Gangguan Jiwa atau disebut ODGJ di Jabar  harus ditingkatkan.

Hal ini dikatakan Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri Ketika melakukan kunjungan kerja ke Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.

Menurutnya, berdasarkan data, jumlah Orang dengan Ganguan Jiwa atau dikenal dengan ODGJ selalu bertambah.

‘’Pada 2022 ini jumlah ODGJ di Jabar mencapai 21 ribu orang. Jumlah ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan tahun sebelumnnya,” kata Hasan Basri usai melaksanakan rapat kerja dengan jajaran OPD Pemprov Jabar dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan UU Kesehatan Jiwa di Gedung Sate, Selasa (20/9).

Kendati begitu, DPD RI mengapresiasi langkah Pemprov Jabar dalam penanganan kasus tersebut. Salah satunya dengan adanya Kampung Walagri. Kampung ini didirikan untuk memberikan Wahana Layanan ODGJ secara Mandiri.

Dimana, kata dia, kampung tersebut disiapkan untuk membina ODGJ dan ODMK yang telah pulih akan menjadi contoh dan merupakan best practice bagi provinsi lainnya.

HB sapaan akrabnya mengatakan Komite III DPD RI mendorong Pemprov Jawa Barat untuk memberi dukungan bagi pembangunan RS Jiwa di tingkat kabupaten/kota.

“Untuk menanggulangi jarak tempuh warga ke RS Jiwa Provinsi mengingat pengobatan dan pelayanan kesehatan kesehatan jiwa juga berdasarkan layanan rujukan, “ ucapnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur UU Ruzhanul Ulum yang menerima rombongan Komite III DPD RI menyebutkan jumlah pasien ODGJ di dominasi oleh perempuan.

Selain itu ada peningkatan jumlah pasien di golongan anak-anak yang disebabkan karena adiksi dari internet.

Uu menyebutkan, salah satu hambatan dalam penanganan kesehatan jiwa di provinsi Jawa Barat khususnya penanganan ODGJ adalah masih adanya stereotip negatif dan stigma dari masyarakat  bahkan keluarganya sendiri.

Pihak keluarga masih mempercayai adanya pengobatan secara tradisional. Bahkan dilakukan pengekangan dan pemasungan.

Hal ini dipilih untuk menghindari rasa malu dan aib keluarga. Dari sisi regulasi, beberapa peraturan daerah dan peraturan gubernur telah diterbitkan untuk penanganan kesehatan jiwa,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur RS Jiwa Provinsi Jawa Barat dr. Elly Marliyani mengatakan, keterbatasan anggaran menjadi persoalan utama dalam operasional RS Jiwa.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan