Pemberdayaan UMKM untuk Mendukung Desa Puncak sebagai Smart Village

KUNINGAN – Smart Village merupakan model pengembangan desa melalui upaya pemberdayaan, penguatan kelembagaan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan yang didasarkan atas pemanfaatan teknologi informasi.

“Pengembangan Smart Village perlu memperhatikan lokalitas tata nilai, tradisi dan  budaya yang ada di desa,” ucap Prof. Dr. Suherli, M.Pd. dari L2Dikti Wil IV dpk Universitas Swadaya Gunung Jati saat menyampaikan materi dalam Seminar Nasional Desa Digital yang bertajuk “Pemberdayaan UMKM dalam Mendukung Kemajuan Desa Puncak Menuju Smart Village” belum lama ini.

Lebih lanjut Ia menuturkan, lokalitas tersebut harus diakomodasi, dipertahankan dan dikembangkan dengan didasarkan pada pemanfaatan teknologi informasi yang sejalan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat dan kemajuan desa.

“Konstruksi Smart Village didasarkan pada tiga elemen pokok yang terdiri dari smart  government, smart community, dan smart environment. Ketiga elemen itu sebagai dasar, cara, atau ‘tools’ untuk mencapai tujuan ‘goals’ pengembangan smart village, yaitu  berupa keterjalinan konstruktif ‘smart relationship’,” tambahnya.

Dari relasi ketiga elemen smart village, capaian (output) yang dihasilkan berupa sinergitas antarelemen smart village yang didasarkan pada pemanfaatan teknologi informasi, sedangkan luaran (outcome) berupa produktivitas elemen smart village yang mampu mendorong perbaikan ketiga elemen tersebut.

Beberapa unsur yang dapat dijadikan indikator utama dalam mewujudkan Smart Village adalah:

  • Pertama, smart government, yaitu menjadikan pemerintah desa sebagai agen perubahan melalui proses reformasi diri dalam pelayanan yang transparasi dan akuntabilitas, pemerintah desa menjadi agen pemberdaya bagi masyarakatnya dan sebagai partisipan yang mampu mengadvokasi masyarakat menjadi lebih berdaya.
  • Kedua, Smart people, yaitu pembangunan yang berpijak pada manusia (people centered  development) yang mendasarkan pada pengupayaan peningkatan kualitas hidup dan  kehidupan masyarakat desa dengan kebudayaan yang menyertainya.
  • Ketiga, smart ekonomi yang menempatkan poros ekonomi menjadikan roda utama  kehidupan masyarakat desa yang siap bersaing dalam bidang ekonomi. Selain itu perlunya nilai inovasi dari derivasi ekonomi yang disebutkan bahwa inovasi menjadikan paham baru untuk tetap eksis yang menempatkan inovasi pada sektor perekonomian di desa untuk membangun eksistensi agar selalu dapat berkompetisi secara fair.
  • Keempat, smart living yaitu sebagai dinamika yang dibangun masyarakat melalui penciptaan ruang kreativitas dengan mendasarkan desa sebagai ruang publik yang dikreasikan oleh masyarakat untuk menyalurkan olah rasa, jiwa dan cipta. Nilai kreativitas masyarakat merupakan saluran aspirasi utama dalam memaksimalkan modal sosial yang telah tumbuh sejak lama, sehingga menjadi sebuah nilai penciptaan kearifan lokal masyarakat setempat  yang didasarkan pada norma yang berlaku di dalamnya.
  • Kelima, Smart environment yaitu upaya masyarakat untuk tetap mempertahankan nilai ekosistem sosial, ekonomi, dan alam yang diintegrasikan secara komprehensif atas keluhuran budi dalam menghargai kekayaan alam yang dimiliki oleh desa. Konsep sustainability agaknya berkembang dalam konteks lingkungan ini sehingga menempatkan lingkungan sebagai media “investasi” bagi generasi selanjutnya.
  • Keenam, Smart mobility yaitu adanya penyediaan terhadap alat transportasi dan  infrastruktur yang memadai sehingga memberikan pelayanan yang mendukung masyarakat yang memiliki mobilitas tinggi dalam beraktivitas keseharian.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan