Mbah Mars
Tentang banyaknya proyek pemerintah yang mangkrak saya punya data. Data tingkat lokal sih. Di tiga kecamatan sekitar saya, saya melihat proyek-proyek mangkrak antara lain: proyek limbah perumahan, proyek pipa air bersih, proyek pasar, proyek pusat informasi pariwisata dan proyek kios-kios sentra industri gerabah. Pada saat tukang batu mengerjakan saluran limbah, oleh warga diprotes begini: “Pak, kenapa saluran ini lebih rendah dari tempat penampungan air limbah, mana bisa mengalir ke penampungan?”. Apa jawab sang tukang ?. “Halah, besuk-besuk, limbah ini juga tidak akan berfungsi”. Opo tumon kayak gitu itu. Dan memang, tiga proyek pengolahan limbah yang ada di sekitar tempat tinggal saya, semuanya tidak berfungsi. Tentang proyek pipa air bersih yang nilainya milyaran juga unfaedah. Saya heran, di kampung-kampung yang semua penduduknya punya sumur yang airnya bersih, tidak ada masalah dengan air bersih sama sekali, namun di situ ditanam pipa-pipa yang berharga mahal. Sama sekali tidak termanfaatkan. Benar-benar mengubur duit. Saya “ngungun” jangan-jangan yang seperti ini terjadi secara masif tingkat nasional. Jika iya, alangkah ruginya negara ini. Untuk Guwosari dan Sriharjo apa betul-betul hasil evaluasi itu valid ? Kira-kira yang hadir dikasih uang transport tidak yang bisa mempengaruhi validitas evaluasi ?
fajar rokhman
Kalau tiap project di review, ntar ada biaya pengadaan review, yang diambil n% dari dana project dan jadi mata air baru. pemilihan reviewer juga rentan penyalah gunaan, ntar ada singgungan masalah ras, dan partai yang dapat bagian review. kalau udah di review, apa ntar jamin gak di demo? lah kan yang demo gak dapat jatah review.
Jokosp Sp
Saya mengambil contoh proyek di dekat rumah, yang jika lewat jadi nggumun. Kok begini ya cara kerjanya. Proyek pelebaran jalan, saya mengistilahkan proyek pelebaran meteran. Sudah mengerjakannya lama, pas musim penghujan, penanganan safetynya tidak diperhatikan, padahal dipinggir jalan utama kabupaten. Selesai proyek kok tidak dilanjutkan ?. Jadinya lucu, tidak ada estetika kota jadi indah. Dari sempit karena trotoar, kemudian melebar kira – kira 1 km ( hasil pelebaran ), kemudian menyempit lagi oleh bangunan lama yang salah pembentukan parit. Adalagi di jalan masuk perkampungan. Dibuat parit di kanan kiri jalan di depan perkampungan kanan kiri sepanjang 1 km juga. Pengerjaan lama, kurang terkonsep. Habis digali untuk pasang beton, material lain belum siap. Masih nunggu pasir, semen, gorong -gorong. Apakah seperti ini rata – rata pengerjaan proyek ? Yang kata orang – orang ini proyek pemberian ke team sukses pencalonan bupati kemarin. Makanya tidak ada standard pengerjaan proyek, pengerjaan dengan mengabaikan safety, kualitas bangunan yang sangat rendah dan hasil bangunan yang tidak punya estetika. Proyek bagi – bagi, makanya kotanya tidak pernah rapi. Selesai bangun tidak ada lanjutan proyeknya. Juga tidak ada maintenance parit secara kontinyu, ya akibatnya parit buntu oleh tanah dan pasir. Jika hujan jalan tersebut jadi banjir. Lucu saja kami melihat.