BANDUNG – Berdasarkan surat putusan Mendagri Senin kemarin, Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bandung Yana Mulyana akan segera dilantik menjadi Wali Kota Bandung definitif. Namun, sayangnya kursi Wakil Wali Kota sudah ditetapkan tidak bisa terisi.
Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi, menjelaskan bahwa tenggang waktu penetapan kursi Wakil Wali Kota sudah habis, dan tentu tidak bisa terisi.
“Sudah habis waktunya. Harusnya tanggal 20 Maret kemarin, jam 10 pagi, karena terhitung satu setengah tahun. Kalau sudah lebih dari tanggal 20 maret jam 10 pagi, maka menurut UU tidak perlu lagi ada kursi. Jadi kursi wakil wali kotanya kosong sampai selesai, setahun setengah lagi. 18 bulan itu gak perlu lagi ada wakil wali kota,” ujar Muradi kepada Jabar Ekspres saat dihubungi, Selasa (12/4).
“Kalau secara Undang-Undang kurang dari satu setengah tahun, kepala daerah yang ditinggal baik secara permanen ataupun ditinggal karena ada kasus kriminal. Maka kepala daerah tidak lagi butuh wakil kepala daerah kalau kurang dari 18 bulan,” tambahnya.
Menyinggung persoalan kursi wakil bagi PKS, Muradi mengatakan, bahwa PKS telah rugi besar.
“(PKS) Rugi besar lah, karena (PKS) harusnya bisa memastikan kursi definitif untuk wakil wali kotanya itu. Suratnya harus sudah datang sebelum tanggal itu, sekarang kan sudah lewat,” kata Muradi.
Dia menambahkan, bahwa seharusnya, Bulan Desember PKS mulai menerapkan langkah-langkah untuk proses penggantian Wali Kota.
“Saat Mang Oded meninggal Desember, harusnya PKS melakukan langkah-langkah untuk proses penggantian. Apa yang harus dilakukan? Yaitu dua hal. Pertama, merumuskan wakilnya, mendorong Pak Yana Mulyana sebagai wali kota definitif. Itu berlarut-larut, karena gak diutus sama PKSnya. Dia kalah set dengan teman-teman yang ada di partai pengusungnya. Belum clear siapa yang nanti diusung untuk menggantikan Mang Oded,” imbuh Muradi.
Muradi memaparkan, bahwa ada tiga penyebab mengenai kekosongan kursi Wakil Wali Kota permanen ini.
“Kalau mau dianalisa ada tiga.
Pertama, PKSnya konsultasi internalnya telat. Kedua, partai pengusungnya tidak solid, ketika diajukan hanya PKS yang mengusulkan, yang setuju. Sementara, Gerindra dan PBB yang mengusung tidak memberikan respon, mereka merasa tidak dilibatkan untuk penunjukan nama. Ketiga, upaya melakukan lobi-lobi politik ke fase lain tidak dilakukan, artinya tidak efektif,” paparnya.