Kisah Mistis di Gunung Manglayang, Beda dari yang Lain

Jabarekspres.com – Gunung Manglayang merupakan salah satu dari empat gunung yang berada di Kota Bandung, di samping Gunung Burangrang, Tangkuban Parahu, Bukit Tunggul.

Bagi kamu warga Bandung yang tinggal di bagian timur, pemandangan Gunung Manglayang itu sudah tidak asing lagi. Padahal, percaya atau tidak, Gunung Manglayang adalah “surga” dari Bandung timur.

Salah satu tujuan wisata bagi mereka yang bukan warga Bandung adalah biasanya Batu Kuda. Sebelum pandemi, Batu Kuda sangat ramai karena dikunjungi oleh orang-orang. Ada yang camping atau sekadar plesiran.

Gunung Manglayang dan Batu Kuda adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Bagi orang-orang yang senang bertamasya, Gunung Manglayang dan Batu Kuda adalah satu paket liburan. Padahal, kalau diperhatikan kembali, Gunung Manglayang itu punya keanehan.

Tidak Semua “Penunggu” Manglayang itu Iseng

Coba kamu ketik “Gunung Manglayang” di mesin pencarian Google. Sudah? Kamu lihat bahwa Mbah Google banyak menawarkan kisah-kisah mistis mengenai Gunung Manglayang.

Tidak ada yang salah dengan itu. Kisah-kisah horor di Gunung Manglayang itu sudah merupakan hal yang biasa bagi penduduk setempat.

Oh iya, berbicara mengenai cerita serem di Gunung Manglayang, tidak semua kisah-kisah makhluk astral di Gunung Manglayang itu menyeramkan sebagaimana Mbah Google selalu beritakan, loh. Mari ambil contohnya.

Dalam tulisan berjudul “Sejarah Gunung Manglayang yang Konon Disebut Pusaka Dewa”, yang terbit di laman Mojok.co, Muhammad Afsal Fauzan mempertegas “konon” perihal keangkeran Gunung Manglayang.

“Konon, gunung ini kerap menampakkan sosok nenek-nenek yang biasa mengganggu para pendaki,” tulisnya.

Tentang Sosok Nenek yang Misterius, tapi Baik

Sosok nenek-nenek yang, konon, suka menampakkan dan mengganggu itu tidak selamanya begitu saat kamu mendengar kisah nyata ini:

Suatu hari, sekelompok pendaki berada di tengah Gunung Manglayang pada malam hari. Tujuannya adalah menuju puncak gunung. Namun, mereka sudah sangat kelelahan.

Sialnya, stok air minum sudah habis. Tenggorokan sudah sangat kering. Melanjutkan perjalanan dengan membiarkan dehidrasi adalah hal buruk. Oleh karena itu mereka memilih bertahan di tengah hutan, di tengah gunung, pada tengah malam. Mereka berharap ada pendaki lain yang datang dan kemudian memberi mereka minum.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan