Jabarekspres.com – Kata epidemi dan pandemi menjadi sering muncul dalam laporan pemberitaan ketika Covid-19 terus menyebar ke seluruh dunia. Dua istilah tersebut memang memiliki hubungan erat, namun tidak merujuk pada sesuatu yang sama.
Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology (APIC) dalam laman resminya mengatakan: “Epidemi terjadi ketika penyakit menular menyebar dengan cepat ke banyak orang.”
Biasanya, wabah mendahului epidemi, atau “peningkatan jumlah kasus secara tiba-tiba”. Wabah dapat menjangkit suatu komunitas atau beberapa negara, tetapi dalam skala yang jauh lebih kecil dari epidemi.
Jika epidemi tidak dapat dibendung dan terus memperluas jangkauannya, otoritas berwenang mengenai kesehatan akan mulai menyebutnya sebagai pandemi, yang berarti cukup mempengaruhi banyak orang di berbagai wilayah di dunia untuk dianggap sebagai wabah global.
Singkatnya, ia adalah epidemi di seluruh dunia. Ini menginfeksi lebih banyak orang, menyebabkan lebih banyak kematian, dan juga dapat memiliki dampak sosial dan ekonomi yang meluas.
Penyebaran influenza Spanyol dari tahun 1918 hingga 1919, yang menewaskan antara 20 hingga 40 juta orang di seluruh dunia, merupakan suatu pandemi.
Adapun Direktur Jenderal WHO, atau Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros Adhanom Ghebreyesus pertama kali menyatakan Covid-19 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020.
Di Indonesia sendiri, istilah seperti pandemi atau epidemi itu tampaknya sudah tidak asing. Bahkan, beberapa hari ini pemerintah sedang menggodok kebijakan untuk memutuskan peralihan status dari pandemi menjadi endemi.