Panglima Santri Geram dengan Pendeta Saifudin yang Sebut Ponpes Produk Radikal

BANDUNGPanglima Santri Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum mengaku geram dan terusik dengan pernyataan pendeta Saifudin yang seakan mau memecah belah kerukunan umat beragama.

Dalam Stetmennya, Pendeta Saifudin mengatakan, bahwa keberadaan pondok pesantren dipandang sebagai produk orang-orang radikal.

Selain itu pendeta Saifudin juga menyebut bahwa ada 300 ayat Alquran yang harus dihapuskan karena mengajarkan pemahaman radikal.

Menanggapi pernyataan tersebut, Uu Ruzhanul Ulum menyatakan bahwa stemen yang dikeluarkan oleh Pendeta Saifudin sangat meresahkan kerukunan umat beragama.

Menurutnya, keberadaan Pondok Pesantren  bukan melahirkan pemahaman radikal. Melainkan mencetak generasi muda islami yang cinta terhadap tanah air dan menjungjung tinggi toleransi.

‘’Ponpes itu sangat berjasa dalam melahirkan generasi yang mampu mengamalkan Pancasila,’’kata Uu dalam keterangannya, Kamis, (16/3).

Uu beranggapan, sangat tidak tepat jika menyandingkan keberadaan Pondok Pesantren dengan perkembangan pemahaman Radikal.

“Yang dinamakan radikal itu seseorang ataupun kelompok yang memaksakan kehendak maupun keinginan, yang bertentangan dengan agama dan menghalalkan segala cara,’’cetus Pak Uu—Sapaan akrab Wakil Gubenur Jabar.

Panglima Santri Jabar ini mengaku sangat tersinggung dengan stemen yang dilontarkan oleh Pendeta Saifudin tersebut.

“Saya tidak terima pesantren disebut produk orang radikal. Justru produk pesantren adalah orang-orang yang berjasa terhadap bangsa dan negara, terutama dalam implementasi Pancasila,” seru Uu.

Pak Uu juga mengaku sangat geram dengan adanya stemen terkait adanya 300 ayat di Al Quran yang harus dihapus atau direvisi.

Sebagai orang yang mendalami ilmu agama di Pondok Pesantren, Pak Uu menegaskan, bahwa umat muslim tidak akan diperbolehkan untuk merubah isi kandungan Ayat Alquran yang merupakan firman Allah SWT.

Dia berpendapat, untuk menafsirkan ayat-ayat Al Quran dibutuhkan ilmu alat seperti Nawhu Sorof dan membutuhkan bimbingan ahli Ilmu tafsir.

“Umat Islam saja tidak diberi kebebasan untuk menafsirkan sendiri, apalagi non muslim seperti pendeta itu,” tegasnya.

Untuk menafsirkan Al Quran para ulama harus paham 12 fan (bidang ilmu) agama Islam, yang membutuhkan waktu sedikitnya 12 tahun dalam mendalami dan memahaminya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan