Model Kepemimpinan Sunda

Berikutnya adalah seorang pemimpin dan calon pemimpin harus bersandar pada kearifan lokal inklusif perennial. Atau dengan kata lain, mencerminkan sosok pemimpin yang mampu menyatu dengan rakyat secara tulus (ngumawula ka wayahna) pribadi yang teu ningkah (tidak bertingkah); teu adigung kamagungan (tidak pongah dan memperlihatkan sikap tinggi hati kepada orang lain); teu paya diagreng-agreng (tidak suka dimeriahkan dengan kemegahan); nyaah kanu masakat (mencintai yang melarat); agung maklum sarta adil (arif dan adil); landung kandungan, laer aisan (memiliki perspektif yang luas) dan cadu basilat (mustahil korupsi).

Dengan demikian, seorang pemimpin mampu mengarahkan dan menjadi suri tauladan bagi masyarakatnya. Banyak elite politik di Indonesia yang seharusnya menjadi pengayom bagi masyarakat namun malah menjadi contoh yang tak seharusnya diikuti oleh masyarakatnya.

Seorang yang mampu menjadi suri tauladan adalah pemimpin yang tidak mudah termakan oleh bujukan nafsunya. Karena sudah dicontokan oleh Rasulullah dan para sahabatnya mengenai pemimpin yang baik dan menjadi kebanggaan masyarakatnya, namun berbeda dengan sekarang di Indonesia khususnya, seorang pemimpin malah menjadi bahan pembicaraan yang tidak seharusnya dibicarakan.

Untuk itu kepada calon pemimpin harus tanamkan:

Pertama, pemimpin harus punya integritas. Bukanya kita selalu selalu mengatakan, paling enak berhubungan dengan orang yang memiliki integritas.

Kedua, pemimpin harus mengakui akan adanya perbedaan dan keanekaragaman bangsa kita. Dengan demikian, pemimpin masa depan negeri ini mampu mengelola segala perbedaan budaya, latar belakang suku dan agama, serta kepentingan seluruh elemen bangsa ini lalu mengubahnya menjadi peluang dan kelebihan. Jadi pemimpin masa depan adalah pemimpin ang berpikiran terbuka (open minded).

Dan kesemua hal tersebut bisa kita jumpai dalam model kepemimpinan Sunda, baik Dasa Pasanta dalam naskah Siksa kanda ng karesian, maupun naskah  Sanghyang Hayu, yang harus berpegang teguh  kepada prinsip astaguna ”delapan kearifan” agar kepemimpinannya berjalan selaras, baik, dan harmonis. Model ini menjadi penting untuk dimunculkan, karena sebentar lagi, tepatnya tahun 2024, Indonesia akan memilih pemimpin dari tingkat nasional sampai daerah. Masyarakat perlu diperkenalkan model-model dan tipe-tipe pemimpin, sehingga nantinya mereka tidak salah pilih, dalam kontestasi Pemilu 2024, utamanya pemimpin di daerahnya masing-masing.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan