Begini Dampak yang Ditimbulkan dari Kebijakan DMO dan DPO Minyak Goreng

BANDUNG – Tingginya harga minyak goreng yang terjadi pada awal tahun 2022 membuat pemerintah melakukan intervensi dengan memberlakukan beberapa kebijakan seperti menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14.000, memberikan subsidi dan memberikan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Pride Obligation (DPO).

Namun, kebijakan DMO dan DPO minyak goreng akan membuat pembelian Crude Palm Oil (CPO) kepada petani akan menurun dan mempengaruhi harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit juga ikut menurun.

Menanggapi hal tersebut Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mengatakan persoalan minyak goreng tidak sederhana dan saat ini harga CPO tidak akan murah seperti dulu.

“Kita ada di rezim harga CPO tidak akan semurah seperti dulu dan ini kesulitan yang luar biasa. Bukan hanya pemerintah, tapi saya kira masyarakat yang akan merasakan dampak kenaikan harga CPO internasional,” katanya dalam Diskusi Publik yang bertema ‘Masalah Minyak Goreng Naik, Subsidi atau DMO-DPO’.

Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) yang memberlakukan DMO dan DPO yaitu bahan baku minyak goreng wajib ekspor 20 persen dari total volume ekspor ke pasar dalam negeri, menurutnya merupakan suatu kebijakan yang rumit.

“Kita lihat sekarang kenapa harga sudah mulai diturunkan tapi barang sulit sekali di lapangan. Saya kira ini ada problem yang cukup serius dari lapangan, (minyak goreng, red) tidak ada lapangan, dari retail barangnya tidak ada, ditanya ke distributor juga tidak ada, di industri CPO tampaknya mengalami kesulitan penyesuaian harga yang masih butuh diterjemahkan lebih lanjut,” ujarnya.

Selain itu, dia mengatakan akibat dari kebijakan tersebut membuat para pengusaha mengambil sikap wait and see.

“Karena saling menahan, banyak perusahaan industri DPO akhirnya mengurangi membeli CPO dari petani. Dampaknya ke depan kami khawatir ekspor akan mengalami penurunan dan cenderung sudah dibaca oleh market bahwa harga akan menjulang tinggi,” jelasnya.

“Pemberlakuan Permendag ini dampaknya akan luar biasa pada petani, industri, pabrik migor dan konsumen,” sambung Tauhid.

Menyikapi hal tersebut, Tauhid melihat masalah lainnya adalah sharing the pain mampu dilakukan oleh pelaku industri minyak goreng. Sehingga menurutnya dari hal tersebut dapat membuat petani bisa menentukan dan menjaga harga TBS tetap stabil.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan