Epidemiolog Sebut Jangan Samakan Gejala Covid-19 dengan Flu Biasa

JAKARTA Gejala Covid-19 dengan flu biasa tidak bisa disamakan. Gejala dari Covid-19 juga tidak bisa dianggap remeh. Hal tersebut dikatakan oleh Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman.

“Gejalanya sama seperti Covid juga di awal. Tapi apakah itu flu? Kan bukan. Sama, Covid-19 itu bukan flu dan Covid-19 tidak akan pernah menjadi seperti flu,” ujarnya.

Dicky membenarkan bila gejala Covid-19 sebagian besar mirip seperti flu biasa, yakni terjadinya batuk, pilek bahkan demam.

Namun, terdapat perbedaan di mana pasien yang positif terinfeksi mengalami gangguan penciuman meskipun pada Omicron tak banyak terjadi. Bahkan memiliki daya tular yang sangat cepat sehingga Covid-19 tidak akan pernah menjadi seperti flu pada umumnya.

“Gejala seperti flunya memang ada. Tapi ini bukan penyakit flu. Perlu diketahui bahwa semua penyakit virus yang parah ini ya seperti flu ada namanya flu like illness,” jelasnya.

Dicky menegaskan apapun varian yang ada pada Covid-19, tidak dapat menular dengan sendirinya, selain ditularkan dari orang yang terinfeksi. Apabila masyarakat abai dan tidak membatasi diri, maka interaksi sosial menjadi tidak terkendali dan berisiko meningkatkan kasus orang yang terpapar di Tanah Air.

Sebab, Covid-19, dapat memberikan dampak jangka panjang yang dapat mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat Indonesia menjadi menurun. Bila terus berlanjut, pandemi akan menjadi beban dalam perekonomian negara karena adanya potensi long Covid.

Akibatnya, banyak aktivitas dalam masyarakat terpaksa harus diberhentikan, membuka peluang varian baru yang mungkin memiliki sifat lebih ganas muncul kembali dan meningkatkan jumlah orang yang meninggal dunia.

Dicky turut menambahkan, adanya orang yang bergejala ringan sampai tidak bergejala dapat terjadi bukan karena Covid-19 melemah, tetapi karena vaksinasi yang sudah diperluas sampai pada daerah-daerah lain yang ada di Indonesia.

Terlebih dengan adanya pemberian vaksin booster yang dapat meringankan potensi keparahan tujuh kali lebih rendah dibanding orang yang belum divaksinasi.

Meski demikian, semua pihak tidak bisa hanya bergantung pada vaksinasi saja. Adanya upaya menjaga diri melalui penerapan protokol kesehatan juga harus lebih diperkuat supaya jumlah orang yang terinfeksi dapat ditekan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan