Kudeta Burkina Faso: Musim Gugur Demokrasi di Afrika

Oleh: Ade Priangani

Pada tanggal 24 Januari 2022, tentara Burkina Faso telah membubarkan dan mengambil alih pemerintahan sekaligus menggulingkan Presiden Roch Kabore.

Mereka juga membubarkan parlemen, menangguhkan konstitusi dan menutup perbatasan negara.

Kudeta dilakukan oleh militer pimpinan Letnan Kolonel Paul-Henri Damiba, seorang perwira militer senior tersebut, sebagai tanggapan atas “penurunan situasi keamanan dan “ketidakmampuan pemerintah” untuk menyatukan masyarakat.

Pemecatan Kabore dipicu oleh meningkatnya ketidakpuasan di antara pasukan keamanan.

Pihak militer menuding Kabore gagal memberikan dukungan yang memadai agar mereka dapat melawan kelompok militan yang terkait dengan Al-Qaeda dan kelompok ISIS.

Sebelumnya, Burkina Faso telah didera kekerasan terkait ISIS dan Al Qaeda yang telah menewaskan ribuan orang dan membuat 1,5 juta orang mengungsi.

Militer terpukul keras, karena selama bulan Desember 2021, setidaknya 50 anggota pasukan keamanan tewas.

Berbeda dengan di Myanmar, dimana rakyat berpihak kepada rezim yang digulingkan, sedangkan di Burkina Faso, justru rakyat berpihak pada kelompok militer yang melakukan kudeta.

Kudeta dibangun di atas ketidakpuasan yang meningkat di dalam populasi dan pasukan keamanan dengan penanganan pemerintah terhadap krisis keamanan.

Tentara mengharapkan dukungan yang besar untuk perjuangan mereka melawan militan Islam.

Kemarahan terhadap pemerintah meningkat usai serangan lain terjadi di pangkalan militer Inata utara pada November 2021.

Lebih dari 50 anggota pasukan keamanan tewas. Pangkalan itu dilaporkan telah mengirim pesan darurat, yang meminta jatah makanan dan peralatan tambahan dua minggu sebelum serangan. Tapi bantuan tidak pernah tiba.

Kudeta dilakukan setelah terjadinya kerusuhan setelah berbulan-bulan protes anti-pemerintah yang menuntut pengunduran diri presiden.

Rakyat Burkina Faso keluar rumah untuk berunjuk rasa menuntut pengunduran diri presiden yang kemudian memberikan dukungan kepada para pelaku kudeta.

Para pengunjuk rasa kemudian menggeledah markas besar partai politik Kaboré.

Kepercayaan publik terhadap manajemen presiden atas krisis keamanan turun tajam, setelah serangan di desa utara Solhan pada Juni 2021.

Lebih dari 100 orang tewas dalam serangan itu, yang diduga dilakukan oleh gerilyawan yang menyeberang dari Mali. Serangan ke Solhan memicu protes oposisi di ibu kota.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan