Vonis Terdakwa Kasus Asabri Diprediksi akan Nol, Begini Penjelasan Pakar Hukum

JAKARTA – Putusan vonis penjara terdakwa kasus Asabri Heru Hidayat diprediksi bakal berakhir nol. Hal tersebut dikatakan oleh pakar hukum pidana sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus.

Petrus memprediksi hal ini jika majelis Hakim Tipikor yang mengadili perkara kasus Asabri konsisten dengan surat dakwaan dan fakta persidangan serta tidak mempertimbangkan tuntutan hukuman mati JPU terhadap Heru Hidayat karena tidak dicantumkan dalam surat dakwaan.

“Heru Hidayat sudah divonis putusan penjara seumur hidup dalam kasus Jiwasraya, maka jika yang bersangkutan divonis bersalah lagi dalam kasus Asabri dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, maka putusan dalam kasus Asabri akan dengan vonis penjara akan nol,” ujar Petrus kepada wartawan, Minggu (16/1).

Dia mengatakan Indonesia tidak mengenal pidana penjara komulatif, seperti di Amerika Serikat yang memungkinkan orang bisa dipenjara sampai ratusan tahun. Pidana penjara tertinggi di Indonesia adalah seumur hidup.

Jika bukan seumur, maka pidana penjara terberatnya adalah penjara tertinggi ditambah sepertiganya.

“Penjara seumur hidup merupakan pidana penjara tertinggi dan Indonesia tidak mengenal pidana penjara komulatif seperti di AS,” katanya.

Selain itu, Petrus juga mempertanyakan alasan jaksa tidak menggabungkan dakwaan dan tuntutan pidana kasus Jiwasraya dan kasus Asabri. Sebab, hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 141 KUHAP yang menyebutkan penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan menerima beberapa berkas perkara dalam hal.

Pertama, beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya. Kedua, beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain.

Ketiga, beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan. Menurutnya, di dalam pasal 141 KUHAP diatur mengenai penggabungan dakwaan dan tuntutan.

“Heru Hidayat dan Beny Tjokro merupakan terdakwa korupsi dalam kasus korupsi Jiwasraya, mengapa JPU tidak membuat penggabungan tuntutan pidana dalam kasus korupsi Asabri bersamaan dengan korupsi Jiwassraya sesuai ketentuan Pasal 141 KUHAP karena syarat-syaratnya terpenuhi,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan