JAKARTA – Pengamat Maritim Indonesia dari Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa SSiT., M. Mar, angkat bicara terkait pernyataan otoritas China yang meminta penghentian pengeboran minyak dan gas di laut Natuna Utara. Otoritas China merasa, wilayah kepulauan Natuna merupakan bagian dari Laut China Selatan, yang diklaim milik Negeri Tirai Bambu tersebut.
“Permintaan untuk menghentikan kegiatan pengeboran minyak oleh pihak pemerintah China kepada Pemerintah Indonesia tidak tepat, bahkan saya katakan cenderung berlebihan. Karena pengeboran atau pendirian rig di laut Natuna Utara itu masih berada di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Legal standing kita dimata dunia Internasional terhadap Kepulauan Natuna sudah sangat clear, wilayah tersebut 100 persen milik Indonesia,” kata Capt. Hakeng di Jakarta, Sabtu (4/12/2021).
Capt Hakeng mengatakan, boleh jadi pemerintah China mengeluarkan pernyataan itu karena didasari oleh klaim sepihaknya berupa garis imajiner di wilayah laut mereka atau kita mengenalnya dengan istilah 9 garis putus (9 Dash Line) di Laut China Selatan. Padahal keabsahan dan legalitas 9 garis putus tersebut pun tidak jelas, tidak memiliki dasar hukum internasional serta tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea, Konvensi PBB tentang Hukum Laut).
“Dengan demikian apabila dasar pemerintah China mengeluarkan klaim adalah 9 garis putus tersebut, tentunya tidak dapat diakui secara hukum,” sambung Capt. Hakeng.
Dijelaskannya lagi, China sebagai negara yang ikut meratifikasi UNCLOS, seharusnya sadar bahwa yang dilakukan tersebut bertentangan dengan hukum internasional. Hal itu sebagaimana telah diatur di dalam UNCLOS, yakni kedaulatan suatu negara atau wilayah laut tertentu diukur berdasarkan jarak dari titik pangkal pulau terluar. Bukan berdasarkan ketentuan lain, termasuk latar belakang sejarah.
“Keagresifitasan dan sikap terang-terangan China di wilayah perairan Natuna Utara tentu dapat mengganggu stabilitas dan kedaulatan negara. Karena itu pihak pemerintah Indonesia harus dengan tegas menyikapi isu ini,” tegas Capt. Hakeng.
Menurut Capt. Hakeng yang juga menjabat Kepala Bidang Pertambangan dan Energi di Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim Indonesia (FORKAMI), patut diduga klaim ini hanya akal-akalan pemerintah China saja. Karena ada dugaan pihak China ingin menguasai cadangan migas raksasa yang terdapat di sekitar wilayah Natuna Utara dengan menggunakan dalil 9 dash line tersebut.