Terkait irigasi di Jabar, butuh perhatian serius mengenai kondisi jaringan (konjar) dan pintu-pintu air untuk mendukung ketahanan pangan daerah.
Selain itu, dibutuhkan pembangunan beberapa embung untuk menahan agar air tidak selalu tak terkendali dan tidak langsung hanyut ke laut.
Dengan embung, stok air petani akan tercukupi dan tidak selalu jadi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Lalu, mengingat jalan provinsi sepanjang 2 360 kilometer yang umur rencananya 60% lebih sudah habis, bisa dipastikan angka kemantapan jalan provinsi sangat berat untuk mencapai 90% mantap.
Oleh karena itu butuh rehabilitasi, atau minimal pemeliharaan dilakukan lebih maksimal. Konsekwensinya tentu pada anggaran.
Oleh karena itu, Pemprov harus mengajukan proposal ke Pusat untuk meminta bantuan dana alokasi khusus (DAK) sebanyak-banyaknya, baik fisik maupun non fisik.
Pemprov Jabar juga harus meminta Pusat melakukan akselerasi untuk beberapa pembangunan monumental semisal Tol Cisumdawu, Tol Cigatas, Tol Bocimi, dan BIJB Kertajati.
Volume APBD Jabar sudah turun drastis ketika dana transitoris, yakni DAK non-fisik, yang semula dari Pusat mampir dulu ke kas darah provinsi dilangsungkan ka kas daerah kabupaten/kota.
Volume APBD bisa terjun bebas lagi manakala pajak kendaraan bermotor jadi dialihkan ke kabupaten/kota pula seperti DAK non-fisik yang begitu besar. Namun, kebijakan tersebut juga sekaligus akan menunjukkan wajah asli volume APBD Provinsi Jabar.
Setelah diparipurnakan di DPRD, APBD Jabar Tahun Anggaran 2022 masih menunggu koreksi dari Kementerian Dalam Negeri.
Semoga pandemi segera berlalu sehingga APBD tersebut tidak terkena refocusing dan realokasi anggaran yang berdampak pada banyak hal seperti tahun-tahun sebelumnya.