Peduli Perlindungan Jamsostek bagi Pekerja Rumah Tangga

Sementara itu, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Zainudin menekankan, jaminan sosial itu penting bagi pekerja, dan PRT. Hal itu merupakan salah satu profesi yang perlu diberikan perlindungan jaminan sosial. Idealnya kata dia, perlindungan jaminan sosial itu sudah dimulai sejak lahir hingga sepanjang hayatnya.

Zainudin melanjutkan, hingga saat ini hampir 150 ribu PRT yang sudah memiliki perlindungan Jamsostek, itupun didominasi oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebanyak 147,5 ribu pekerja. Sisanya 2018 pekerja adalah yang terdaftar sebagai PRT pada kategori pekerja Bukan Penerima Upah (BPU).

“Tugas kami melindungi semua pekerja, melalui program perlindungan pekerja rentan, kami dapat melindungi pekerja-pekerja dengan profesi petani, nelayan, marbot masjid, dan lain sebagainya. Dulu kami identik dengan perlindungan karyawan perusahaan, sekarang bergeser ke sektor yang lebih membutuhkan perhatian serius seperti pekerja rentan,” jelasnya.

Sedangkan Ketua Umum Kowani, Giwo Rubianto menegaskan, pihaknya akan terus membangun gerakan solidaritas kemanusiaan untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan publik serta pengakuan terkait pekerjaan kerumahtanggaan.

Giwo menyampaikan, berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), diketahui pada Februari 2021 jumlah pekerja informal di Indonesia terus mengalami peningkatan dan saat data tersebut diambil, jumlahnya sudah mencapai 78,14 juta pekerja informal.

Data terakhir berdasarkan survei yang pernah dilakukan oleh ILO (International Labour Organization) pada 2015 silam mengungkap bahwa di Indonesia profesi PRT dijalani oleh 4,2 juta pekerja dan 84% di antaranya adalah wanita.

Dilihat dari angka tersebut, 4,2 juta PRT yang ada di Indonesia sejak 2015 hampir dipastikan bertambah jumlahnya di 2021 dan kategori ini hampir tidak terjamah oleh perlindungan jaminan sosial, baik kesehatan maupun ketenagakerjaan.

Survey yang dilakukan di 6 kota terhadap 4296 PRT oleh JALA PRT pada 2019 yang lalu mengungkap bahwa 89% PRT tidak mendapatkan jaminan kesehatan sebagai peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan 99% tidak memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan. Oleh karenanya, negara harus terlibat untuk fokus dalam pembentukan Rancangan Undang undang (RUU) yang mampu menjamin dan memastikan hak-hak PRT.

“Sejak pertama kali dibahas pada 2004, hingga saat ini belum ada tindak lanjut konkret terkait hal ini. Masih sebatas RUU Perlindungan PRT dan masih terbengkalai, juga belum diakomodir dalam UU Ketenagakerjaan, bahkan hingga Oktober 2021 masih belum juga diagendakan,” tutur Giwo Rubianto.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan