Catatan Aa Wahyudi: Perlu Satu Abad untuk Menunggu Presiden Non Jawa?

Dalam suatu kesempatan berbicara kepada publik, Wakil Presiden (waktu itu) Jusuf Kalla menyatakan bahwa Amerika membutuhkan waktu 170 tahun (sejak merdeka pada 1776) sebelum orang Katolik jadi presiden. Juga butuh 240 tahun sebelum orang kulit hitam masuk Gedung Putih. Bagaimana di Indonesia? JK menduga kita perlu 100 tahun untuk menjadikan capres non suku Jawa untuk bisa jadi Presiden RI. Pernyataan itu dilontarkan JK saat memberi kulaih umum kepada peserta PPRA Lemhanas RI 2018 (25/6/2018).

Dalam catatan penulis, itulah untuk pertama kalinya seorang pejabat publik memberikan penilaiannya mengapa sejak republik ini berdiri selalu saja orang dari etnis Jawa yang jadi presiden. Dengan “teori” ini berarti periode BJ Habibie “tidak dihitung” karena sifatnya hanya meneruskan sisa masa jabatan Soeharto. Walau sebenarnya hal ini masih debatable mengingat Megawati jadi presiden juga meneruskan sisa masa jabatan Gus Dur. Tapi harus diakui, dalam masyarakat secara umum terpateri pola pikir bahwa yang jadi Presiden RI sepertinya “harus” orang Jawa. Benarkah demikian?

Secara konseptual, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 tentu teori ini tertolak. Karena konstitusi tidak mengharuskan hal itu. Bahkan secara lugas disebutkan bahwa presiden adalah orang Indonesia Asli. Walau suku kata “asli” ini juga perlu perumusan lebih lanjut, apakah turunan dari ayah dan ibu suku bangsa Indonesia, atau bolehkah turunan suku bangsa Indonesia asli yang menikah dengan turunan Arab, Cina dan lain sebagainya. Justru hal terakhir ini tidak ada penjelasannya pada bagian penjelasan UUD 1945.

Lantas akankah prediksi JK itu jadi kenyataan? Benarkah orang non Jawa paling cepat baru bisa jadi presiden saat Indonesia berusia 100 tahun? Pilpres terdekat saat bangsa ini berusia satu abad (2045) adalah pada pilpres 2044. Kalau berbicara tentang sesuatu yang belum terjadi tentu sangat absurd sifatnya. Namanya juga ramalan, bisa terjadi bisa juga tidak.

Namun JK juga punya hitung-hitungan, bahwa umumnya orang memilih pemimpin karena faktor kesamaan. Karena 60% penduduk Indonesia berasal dari pulau Jawa, ia memperkirakan 30 atau 40 tahun lagi masalah kesukuan akan hilang karena waktu yakni pengaruh pernikahan campuran. Jadi jika ada pernikahan antara etnis A dengan etnis B  tentunya keturunannya juga 50% campuran etnis ayah dan 50% campuran etnis ibunya. Lain kondisinya di masa negeri ini masih dalam alam penjajahan dulu, dimana umumnya etnis A menikah dengan orang dari etnis yang sama. Anaknya tentu merupakan etnis A juga.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan