JAKARTA – Ancaman pidana mati terkait perkara korupsi PT Jiwasraya dan PT Asabri dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, meskipun sangat berat dan membutuhkan pertimbangan yang lebih lanjut. Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Ketua DPD, Sultan Bachtiar Najamudin.
“Ini terobosan hukum yang penting dalam memberikan efek jera bagi para kejahatan keuangan yang sejak lama beroperasi di negeri ini. Saya kira, ini wacana yang mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (29/10).
Saat ini, Jaksa Agung, ST Burhanuddin, sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara korupsi dua perusahaan asuransi, yakni PT Jiwasraya dengan kerugian yang ditimbulkan sebesar Rp16,8 triliun, dan PT Asabri dengan kerugian yang ditimbulkan sebesar Rp22,78 triliun.
Wacana hukuman mati, kata Najamudin, tidak begitu populis di kalangan aktivis hak asasi manusia (HAM) dan hukum positif lainnya. Namun, sebagai negara hukum yang berdaulat, pemerintah melalui institusi kejaksaan berhak menuntut secara lebih tegas terhadap setiap kejahatan yang merugikan keuangan negara maupun masyarakat.
“Kejahatan keuangan seperti korupsi itu kejahatan luar biasa yang sangat merugikan keuangan negara dan masyarakat,” katanya.
Oleh karena itu, aturan ancaman pidana mati terhadap tindak pidana korupsi dan tindak pidana ekonomi seperti kasus Jiwasraya dapat dikategorikan sebagai pidana khusus.
“Sehingga, beralasan jika institusi kejaksaan mempertimbangkan wacana hukuman mati tersebut,” ucapnya.
Selain itu, di tengah kondisi fiskal dan ekonomi nasional yang sedang tidak baik-baik saja, semua pelaku tindak kejahatan keuangan yang merugikan negara dan masyarakat, harus menerima terapi kejut terutama yang berdampak luas.
Menurutnya, pidana mati tidak dilarang negara demi perlindungan masyarakat, untuk mencegah kejahatan berat, serta demi keadilan dan persatuan negara.
“Sudah cukup bangsa ini ditipu dan dizholimi oleh para perampok dan penjahat keuangan yang sejak lama melakukan perampokan terhadap keuangan masyarakat dengan modus dan motif yang sama seperti ini. Apalagi jika korbannya adalah para pensiunan TNI/Polri yang notabene berpangkat non-perwira dan masyarakat kecil,” pungkasnya.