JAKARTA – Kanker payudara menjadi kasus yang paling banyak terjadi di Indonesia dengan jumlah total 65.858 kasus per 2020, berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari World Health Organization (WHO).
Dalam persentase itu, ada 16,6 persen kanker payudara dari total kasus kanker di Indonesia yang keseluruhannya mencapai 396.914 kasus. Sedangkan kanker payudara subtipe tripel negatif (TNBC) menyumbang 20 persen dari total pengidap kanker payudara dan menjadi kasus kanker payudara terbanyak kedua di Indonesia.
Kanker jenis itu bahkan memiliki perbedaan yang cukup besar dari subtipe lainnya karena sering kali ditemukan pada wanita- wanita muda.
Berkaca dari tingginya angka kasus kanker payudara di Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia di bulan kesadaran kanker payudara ingin memberikan edukasi dan mengenalkan kepada masyarakat subtipe- subtipe dari kanker payudara.
“Dibanding dengan kanker payudara subtipe lainnya, kanker tripel negatif ini terbilang sulit penanganannya. Jadi kami harus mengedukasi masyarakat khususnya yang mengalami kanker payudara ini, bahwa kanker ini bisa disembuhkan asal mendapatkan pengobatan yang tepat,” ujar Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dokter Aru Wicaksono Sudoyo.
Umumnya untuk melihat seseorang mengidap kanker payudara, dokter akan melakukan pemeriksaan biopsi untuk mengetahui jenis kanker yang diidap pasiennya.
Ahli medis akan melihat ada atau tidak reseptor maupun protein tertentu pada sel kanker sehingga nantinya dokter bisa menentukan terapi yang tepat untuk menyembuhkan kanker.
Ada pun tiga reseptor yang dilihat pada kanker payudara adalah reseptor estrogen, reseptor progresteron, dan Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2).
Pada kasus kanker payudara tripel negatif, sesuai namanya kanker ini tidak memiliki respon dari pengecekan ketiga reseptor yang disebutkan.
Dengan sifatnya itu, maka kanker tripel payudara memang sulit diketahui pada tahap awal dan seringkali ditemukan pada stadium lanjutan sehingga tindakan pengobatan yang diambil berujung pada kemoterapi atau imunoterapi.
“Pada pengobatan kanker kita mengenal istilah terapi target sehingga mempermudah proses pengobatan. Tapi karena tripel negatif reseptornya tidak memberikan respon maka tingkat kesulitannya menjadi lebih tinggi. Beruntung saat ini kemajuan penelitian menunjukan hasil yang baik,” kata dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Hemato-Onkologi Medik Ami Ashariati yang juga anggota aktif dari IDI.