Stres Bisa Picu Depresi, Terparah Bunuh Diri Jika Tidak Segera Ditangani

JAKARTA – Kasus yang berkaitan dengan gangguan kesehatan mental meningkat 9 persen selama pandemi Covid-19. Selain itu, 20 persen penduduk Indonesia berpotensi mengalami tekanan mental. Namun, bersamaan dengan itu, bermunculan pula berbagai upaya untuk mencegah tekanan dan mengobati mereka yang mengidap gangguan mental.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat bahwa 19 juta penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental. Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rondoluwu menyebut pandemi sebagai salah satu pemicu gangguan kesehatan mental. Terutama kebijakan pembatasan sosial. ’’Yang banyak adalah cemas dan depresi,’’ ucapnya kepada Jawa Pos Rabu (6/10).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Celestinus Eigya Munthe menyatakan bahwa semua orang rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Karena itu, deteksi kasus sejak dini menjadi penting.

Saat ini, satu di antara lima penduduk Indonesia rentan mengalami gangguan mental. Sayangnya, dari 10.000 puskesmas yang tersebar di seluruh penjuru negeri, baru 6.000 yang punya layanan kesehatan mental. Sementara itu, jumlah psikiater yang tercatat berkisar 1.053 orang. ’’Artinya, satu psikiater melayani 250.000 penduduk,’’ ujar Eigya.

Data Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) per Juni lalu menunjukkan bahwa penderita gangguan kesehatan mental terbanyak justru berada pada kelompok usia 20–30 tahun. Bahkan, tren penderitanya semakin muda. Anak-anak dan remaja yang selama hampir dua tahun ini beradaptasi dengan sekolah daring ternyata juga mengalami tekanan mental.

Psikiater dr Nalini Muhdi SpKJ(K) memaparkan bahwa resiliensi dalam menghadapi masalah merupakan faktor yang sangat penting. Jika seseorang tidak dapat mengelola stres dengan baik, dia bisa mengidap depresi. Selanjutnya, depresi yang tidak ditangani dengan baik akan melahirkan dorongan dan keinginan bunuh diri.

Nalini yang merupakan national representative dari International Association for Suicide Prevention (IASP) mengatakan bahwa penduduk berusia 19–39 tahun adalah yang paling rentan melakukan percobaan bunuh diri. Secara global, bunuh diri menjadi penyebab kematian kedua setelah kecelakaan lalu lintas. ’’Bahkan, di beberapa negara maju bunuh diri menjadi faktor penyebab kematian paling tinggi pada kelompok usia 19–29 tahun,’’ jelasnya kemarin (9/10).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan