PBB Mengingatkan pada 2050 Penduduk Dunia Akan Mengalami Krisis Air

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di bawah Organisasi Metereologi Dunia (WMO) mengingatkan, pada 2050 Lebih dari lima miliar orang  diprediksi akan mengalami krisis air.

Krisis air akan terjadi dibeberapa negera belahan dunia.  Dengan begitu, PBB mendesak kepada negara-negara KTT COP26 untuk mengambil tindakan nyata dalam mengantisipasi krisis air itu.

Kepala WMO Peteri Taalas mengungkapkan, sebetulnya krisis air sudah terjadi sejak 2018 yang berdampak kepada 3,6 miliar penduduk dunia.

“Kita harus sadar akan krisis air yang mengancam,” kata kepala WMO Petteri Taalas seperti dikutip rilis resmi WMO,  Kamis, (6/10)

WMO menegaskan bahwa selama 20 tahun terakhir, tingkat air yang tersimpan di darat  atau di permukaan, di bawah permukaan, di salju dan es telah turun dengan kecepatan satu sentimeter per tahun.

Krisis air membuat kerugian besar di kawasan Antartika dan Greenland. Akan tetapi banyak wilayah dataran rendah dengan penduduk padat akan mengalami kehilangan air yang signifikan. Dalam pernyataannya WMO menyatakan, hanya 0,5 persen saja air di bumi bisa digunakan.

ada konsekuensi besar untuk keamanan air, karena hanya 0,5 persen air di Bumi yang dapat digunakan manusia.

Krisis air dipicu oleh peningkatan suhu yang mengakibatkan perubahan curah hujan global dan regional.

Kondisi ini menyebabkan pergeseran pola curah hujan dan musim pertanian, dengan dampak besar pada ketahanan pangan dan kesehatan manusia dan kesejahteraan.

Sementara itu, bahaya terkait air telah meningkat frekuensinya selama 20 tahun terakhir. Sejak 2000 lalu, bencana terkait banjir telah meningkat sebesar 134 persen dibandingkan dengan dua dekade sebelumnya.

WMO memiliki data, tujuh persen lebih kelembaban di atmosfer karena pemanasan saat ini dan itu juga berkontribusi terhadap banjir. Sebagian besar kematian terkait banjir dan kerugian ekonomi tercatat di Asia.

Pada saat bersamaan, peningkatan kekeringan terjadi sekitar 30 persen Afrika adalah benua yang paling parah terkena dampaknya.

Taalas mendesak negara-negara di COP26 untuk segera memainkan peran dalam menanggapi krisis air secara Global itu.

‘’Sebagian besar pemimpin dunia berbicara tentang perubahan iklim sebagai risiko besar bagi kesejahteraan umat manusia, tetapi tindakan mereka tidak sesuai dengan kata-kata mereka,’’ujar Taalas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan