Perbuatan melawan hukum yang dilakukan Eni Maulani karena tidak melaporkan gratifikasi yang dia terima.
“Sifat melawan hukum penerimaan gratifikasi ini ada dalam diri si penerima bukan dalam diri si pemberi. Sikap melawan hukum ini ditunjukkan kepada penerimanya hal inilah yang membedakan antara gratifikasi dan suap,” ungkap Hakim Teguh.
Delik gratifikasi, menurut hakim, menjadi sempurna ketika penyelenggara negara tersebut, yaitu Eni Maulani Saragih tidak melaporkan menerima sesuatu dalam waktu 30 hari sejak pemberian sesuatu diterima sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B.
“Menimbang karena belum diatur dalam peraturan perundangan maka dikaitkan dengan pasal 1 ayat 1 KUHAP menyatakan pelaku perbuatan tidak akan dipidana kecuali dengan peraturan perundangan yang sudah ada maka ketentuan Pasal 12 B tidak ditujukan kepada pemberi sesuatu dan kepadanya tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya,” jelas hakim.
Sementara dalam putusan utusan PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 100/Pid.Sus/TPK/2018/PN.Jkt Pst tanggal 1 Maret 2019 untuk Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura karena terbukti menerima Rp10,35 miliar 40 ribu dolar Singapura, salah satunya menerima gratifikasi dari Samin Tan sejumlah Rp5 miliar.
“Menimbang dalam putusan dimana eni maulani diputus melanggar pasal 12 huruf B ayat 1 dimana Eni menerima pemberian dari Samin Tan sejumlah Rp5 miliar oleh karenanya terdakwa Samin Tan yang telah memberikan uang ke Eni Maulani Saragih tidak mungkin dimintakan pertanggungjawaban pidananya. Karena terdakwa dibebaskan maka harus dipulihkan harkat dan martabatnya,” ungkap hakim.
Hakim juga menjelaskan bahwa Samin Tan adalah korban dari Eni Maulani Saragih.
“Terdakwa Samin Tan adalah korban dari Eni Maulani Saragih yang meminta uang untuk membiayai pencalonan suaminya sebagai calon kepala daerah di kabupaten Temanggung Jawa Tengah,” kata hakim.
Eni Maulani Saragih dinilai tidak punya kewenangan untuk mencabut Surat Keputusan Menteri ESDM No.3174K/30/MEM/2017 mengenai terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Tambang Batubara (PKP2B) untuk PT Asmin Kolaindo Tuhup (AKT) yang merupakan anak perusahaan PT BLEM, yang punya kewenangan adalah Menteri ESDM sehingga terdakwa memberikan uang kepada Eni maulani sebagai korban pemerasan.