Parlemen Korsel Akan Revisi UU untuk Lawan Berita Palsu

SEOUL – Partai berkuasa di Korea Selatan akan merevisi sebuah undang-undang media untuk melawan “berita palsu” dengan memberi wewenang pada pengadilan untuk memutuskan besaran ganti rugi yang jauh lebih tinggi kepada pelakunya.

Namun, para penentang mengatakan undang-undang itu akan menghalangi wartawan melakukan investigasi tentang sisi gelap kekuasaan.

Korsel telah menjadi tempat yang subur bagi perkembangan industri media. Negara itu memiliki peringkat yang tinggi dalam kebebasan pers di dunia, namun terhantam oleh misinformasi dan perundungan siber yang menyebar dalam beberapa tahun terakhir.

Amandemen UU Arbitrase dan Perbaikan Pers memungkinkan pengadilan untuk memerintahkan pembayaran ganti rugi lima kali lebih besar atas publikasi atau laporan palsu yang terbukti melanggar hak penggugat atau menyebabkan “tekanan emosional”.

“Kerugian dan efek berantai yang disebabkan oleh laporan media yang salah berdampak besar dan berskala luas, memicu kerusakan yang tak bisa diperbaiki pada individu,” kata Partai Demokratik dalam pernyataan.

UU tersebut juga akan mengharuskan media, termasuk penyedia jasa berita internet, untuk menyiarkan koreksi atas berita salah atau palsu yang menunjukkan “niat” atau “kelalaian besar”.

Partai berkuasa itu mengatakan hukuman ganti rugi dimaksudkan untuk meletakkan tanggung jawab pada tempat yang seharusnya dan untuk mengurangi kerusakan emosional dan material.

Namun para pengkritik yang dipimpin Partai Kekuatan Rakyat mengatakan UU itu akan membuat demokrasi mundur ke belakang dengan alasan melindungi korban berita palsu.

“Media pemberitaan yang tidak ragu melaporkan atau menulis tentang tindakan ilegal dan perselingkuhan penguasa akan patah semangat dan dijatuhkan, dan jalan menuju masyarakat yang adil dan negara yang normal akan tertutup,” kata juru bicara partai oposisi itu.

Meski ada keberatan dari oposisi, komite perundangan dan peradilan parlemen pada Rabu mengesahkan rancangan UU itu, memuluskan jalan sebelum dibahas di sidang utama.

Ryu Je-hua, pengacara khusus undang-undang media dan kasus politik, mengatakan RUU tersebut mencerminkan tujuan pemerintah untuk membungkam organisasi media.

“Amandemen ini akan berdampak pada turunnya semangat (media) untuk menyiarkan berita yang sensitif,” kata Ryu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan