DPD Bandingkan Dengan Negara Jiran yang Menghukum Orang yang Menjual Vaksin Covid-19

JAKARTA – Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha menyentil pemerintah yang memperdagangkan vaksin melalui perusahaan BUMN di tengah situasi pelik akibat pandemi Covid-19.

“Perdagangan vaksin, pemerintah lempar handuk?” ucap Rachman Thaha dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/7).

Rachman mengatakan vaksin Covid-19 di Indonesia digunakan dengan dasar izin penggunaan darurat yang dikeluarkan BPOM. Dari sebutan izin darurat, katanya, bisa dibayangkan kegentingan yang harus segera teratasi lewat vaksinasi massal.

Dengan kata lain, ujar Rachman, seluruh pemangku kepentingan harus punya mindset yang sama bahwa dalam situasi darurat yang terpenting adalah bagaimana sebanyak-banyaknya vaksin bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Oleh karena itu, menjadi aneh bahwa dalam situasi darurat yang bahkan kian memburuk seperti sekarang ini, pemerintah justru memakai mindset non-kedaruratan dengan melakukan komersialisasi vaksin melalui apotek tertentu.

“Ketika target satu juta orang divaksin per harinya masih belum tercapai, termasuk akibat keterbatasan pasokan vaksin, sungguh aneh bahwa sebagian vaksin justru dialokasikan tidak untuk mencapai target itu,” ucap Anggota Komite I DPD itu.

Senator asal Sulawesi Tengah itu justru mempertanyakan apakah pemerintah memanfaatkan sumbangan vaksin dari negara-negara lain, lalu menjadikan persediaan vaksin sebelumnya sebagai barang dagangan?

“Kita patut tiru negara jiran, Filipina misalnya, yang bersikukuh tidak memperdagangkan vaksin Covid-19 dan memperlakukan perdagangan vaksin sebagai perbuatan ilegal. Pelakunya dijatuhi hukuman,” sebut Rachman.

Pria kelahiran Palu, 17 September 1979 itu menyatakan, perekonomian negara yang dinilai banyak kalangan kian mendekati titik kolaps memang perlu diselamatkan bagi kepentingan seluruh rakyat, terutama masyarakat lapisan bawah yang pastinya terdampak paling hebat.

Namun, lanjut senator bergelar doktor itu, pemerintah perlu mengerahkan kreativitas guna menemukan terobosan-terobosan ekonomi yang lebih prospektif sekaligus sensitif terhadap masyarakat, bukan justru menggulirkan vaksin berbayar.

“Perdagangan vaksin pada masa sekarang, menurut saya, tidak patut menjadi terobosan itu,” pungkas Abdul Rachman Thaha. (jpnn)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan