JAKARTA – Pasar keuangan masih diliputi ketidakpastian di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini. Keputusan kebijakan moneter negara adidaya Amerika Serikat (AS) pun memengaruhi berbagai instrumen keuangan termasuk aset berisiko rendah seperti emas.
Analis pasar keuangan Ariston Tjendra mengatakan, harga emas masih berpotensi mengalami tekanan akibat sentimen sikap bank sentral AS The Fed di rapat kebijakan moneter terakhir.
“Sikap the Fed ini memicu peralihan minat pasar terhadap risiko ke aset aman dolar AS. Kejatuhan indeks saham global dan penguatan indeks dollar AS mengindikasikan hal tersebut,” ujarnya saat dihubungi oleh JawaPos.com, Senin (21/6).
Menurutnya, pelaku pasar masih mengkhawatirkan kenaikan tingkat suku bunga acuan ataupun tapering yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Pada rapat terakhir, the Fed mengeluarkan proyeksi yang menunjukkan tingkat inflasi menaik lebih cepat dari perkiraan sebelumnya dan tingkat suku bunga acuan juga berpotensi dinaikkan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Pergerakan emas di pasar spot sendiri, berpotensi turun ke kisaran USD 1.745 per troy ons, dengan potensi rebound ke kisaran USD 1.800.
“Sikap the Fed ini mendorong para pelaku pasar melakukan reposisi investasi. Indeks dolar AS terlihat menguat selama 3 hari beruntun karena sikap the Fed tersebut,” tuturnya.
Sementara, mengutip logammulia.com, harga emas Antam hari ini akhirnya mengalami kenaikan, setelah beberapa hari terakhir anjlok Rp 20.000 per gram. Hari ini emas hari ini naik Rp 3.000 per gram ke level 923.000 per gram. Sedangkan harga buyback hari ini turun sebesar Rp 2.000 per gram ke level Rp 820.000 per gram. (Jawapos)