JAKARTA – Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) beredar. Salah satu yang disorot adalah pasal penghinaan kepada Presiden di media sosial (medsos) terancam pidana 4,5 tahun penjara.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto, mengatakan perlu dipertimbangkan lebih matang mengenai pasal penghinaan terhadap kepala negara tersebut dalam RUU KUHP.
“Perlu dikaji dan dipertimbangkan lebih dalam lagi baik dalam perspektif konstitusionalnya maupun kemanfaatannya,” ujar Didik kepada wartawan, Rabu (9/6).
Legislator Partai Demokrat ini menambahkan, dalam perspekstif konstitusionalitas, pasal penghinaan presiden dalam KUHP sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 silam. Sehingga dia mengaku aneh yang telah dibatalkan tersebut kemudian dimunculkan lagi.
“Kalau ada putusan MK yang sudah dibatalkan, kemudian dibangkitkan lagi bisa menimbulkan krisis konstitusi. Dibatalkan, kemudian dimunculkan, lalu diuji kembali. Bisa jadi dibatalkan lagi. Potensi munculnya ketidakpastian hukum akan terus terjadi, padahal putusan MK bersifat final dan mengikat,” katanya.
Didik menuturkan, konsekuensi negara hukum yang Demokratis seperti Indonesia, kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab menjadi salah satu hak yang harus dihormati dan dijamin sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.
Karena itu sebagai bagian penting partisipasi publik dalam ikut mengawal jalannya pemerintahan, adalah ikut serta melakukan pengawasan termasuk memberikan masukan dan kritik yang konstruktif dan bertanggung jawab.
“Dalam konteks ini, maka tidak ada terhindarkan munculnya kritik terhadap setiap institusi dan pejabat penyelenggara negara termasuk Presiden dan wakil rakyat. Menjadi hal yang lumrah dan biasa saja ketika rakyat terus bersuara dan mengkritik keras untuk perbaikan. Tidak perlu sensitif berlebihan, dengarkan saja dan lakukan perbaikan,” ungkapnya.
Diketahui, pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam draft RUU KUHP terbaru. Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dikenai ancaman maksimal 3.5 tahun penjara. Bila penghinaan dilakukan lewat media sosial (medsos) atau sarana elektronik, ancamannya menjadi 4,5 tahun penjara. (jawapos.com)