Lebih Suka Melamun dan Menyendiri, Bos Tiktok ingin Mundur dari Jabatannya

BEIJING – Tokoh di balik kesuksesan aplikasi TikTok, Zhang Yiming, berencana mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO ByteDance.

Zhang yang mendirikan ByteDance pada 2012 dan mengembangkan aplikasi berbasis video itu akan meninggalkan jabatan mentereng tersebut pada akhir tahun ini.

ByteDance mengumumkan rencana pengunduran diri miliuner berusia 38 tahun itu pada Kamis lalu (27/5). Yang jadi sorotan dari langkah Zhang itu ialah alasannya mundur, yakni demi ‘membaca dan melamun’.

Melalui surat kepada para pegawai pada Rabu lalu (26/5), Zhang menyatakan dirinya tidak memiliki kemampuan menjadi seorang manajer yang ideal.  “Saya lebih tertarik pada menganalisis organisasi dan prinsip-prinsip pasar ketimbang mengelola orang,” tulisnya.

Pria asal Fujian, Tiongkok itu juga mengaku tidak terlalu sosial. “Lebih suka aktivitas menyendiri, seperti, online, membaca, mendengarkan musik, dan melamun tentang apa yang mungkin bisa dilakukan,” tuturnya.

Selanjutnya, Zhang bakal mengunggah kata ‘daydream’ yang artinya melamun pada status luringnya. “Saya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang orang menganggapnya fantasi,” paparnya.

Oleh karena itu, Zhang telah menunjuk koleganya, Lian Rubo, sebagai calon CEO ByteDance. Rubi merupakan direktur personalia di perusahaan yang bermarkas di Beijing itu.

Zhang pun meyakini teman sekamarnya semasa kuliah itu akan membuat ByteDance lebih moncer. “Dia memiliki kekuatan dalam manajemen, organisasi, dan keterlibatan sosial yang apik,” katanya.

Lantas, apakah posisi selanjutnya untuk Zhang?  ByteDance menyatakan sosok kelahiran 10 April 1983 itu akan menempati posisi kunci yang strategis.

Bulan lalu, perusahaan yang ditaksir memiliki nilai USD 400 miliar itu menunjuk direktur keuangannya, Shou Zi Chew, sebagai CEO baru di TikTok. Zi Chew merupakan warga negara Singapura yang pernah berkarier di Xiaom.

Pengunduran diri Zhang juga memunculkan spekulasi tentang langkah pemerintah Tiongkok menegakkan aturan antimonopoli. April lalu, Otoritas Antimonopoli Tiongkok mendenda Alibaba yang dianggap menyalahgunakan posisi dominannya di pasar.

Alibaba harus membayar denda USD 2,8 miliar. Jumlah denda untuk Alibaba itu setara dengan 4 persen pendapatan perusahaan e-commerce terbesar di dunia pada 2019.(DW/Fortune/mcr13/jpnn)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan