Hasil Survei, Masyarakat Puas dengan Kinerja Kang Emil Tangani Pandemi Covid-19

’’Saya juga banyak berinteraksi dengan mereka ya (daerah di luar Jabar). Ternyata banyak daerah yang meminta contoh atau belajar ke Jawa Barat. Jadi kalau misalnya komunikasi dengan DKI Jakarta, kemudian Jawa Tengah dan Jawa Timur yang paling padat itu konsultasinya justru ke Jawa Barat,’’ kata Prof Asep Warlan saat dihubungi, Senin (10/5).

Guru Besar Unpar itu menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadikan Jabar menjadi percontohan. Pertama, Kang Emil melibatkan para ahli di perguruan tinggi (PT). Kedua, komunikasi yang bagus, dan ketiga, banyak dukungan dari masyarakat.

’’Mengapa Jabar menjadi referensi? Pertama karena Jabar mempunyai perguruan tinggi yang banyak. Ada ITB, bahkan UI di Depok, ada Unpad. Jadi mereka mengatakan Jabar punya banyak ahli, sehingga setiap kebijakan diserahkan kepada ahlinya,’’ terang dia.

Menurut Asep Warlan, Kang Emil tidak sungkan dan segan mengundang para ahli di perguruan tinggi itu untuk diminta pendapat sebagai rujukan. Termasuk dalam dunia kesehatan, aspek ekonomi, sosial budaya dan lainnya banyak dihadirkan. Kemudian, hasilnya tidak jarang dijadikan keputusan Gubernur. Di samping itu, Kang Emil selalu mengumpulkan data-data sebelum mengambil keputusan.

’’Nah daerah lain justru banyak meniru ke Jabar. Di situlah yang sering kali poinnya naik. Makanya publik tahu itu banyak ditiru daerah lain karena menjadi baik,’’ paparnya.

Kelebihan Ridwan Kamil lain, kata dia, bagus dalam komunikasi. Terlebih kepada rekan di kementerian. Sebab, tidak sedikit personel di kementerian berasal dari Jabar.

’’Bantuan atuh euy (tolong dibantu dong). Nah kalimat-kalimat itu yang menjadikan Ridwan Kamil banyak dukungan dari pusat,” lanjutnya.

Nilai tambah dari sosok Kang Emil juga karena mempunyai dukungan dari masyarakat Jabar. Maka tidak heran, masyarakat cenderung mematuhi peraturan sang Gubernur. Kang Emil juga sering menyapa masyarakat dan menyosialisasikan kebijakan melalui media sosialnya, sehingga masyarakat simpatik.

’’Meskipun mobilitas Jabar sangat tinggi, tapi karena masyarakat terlalu nurut jadi tidak masalah dengan kebijakan Pemprov Jabar itu,’’ katanya.

Berbeda dengan Pemprov Jatim dan Jateng, kata dia, pasti setiap kebijakan terdapat gejolak dari masyarakat. Terlebih di DKI Jakarta. ’’DKI itu sulit sekali. Walaupun bagus programnya tapi masyarakatnya tidak begitu komitmen dengan DKI. Sehingga program tersebut kelihatan tidak bagus,’’ paparnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan