Seminar Nasional Optimalisasi Otsus Papua dan Papua Barat Tuai Kritik dari Peneliti Papua

JATINANGOR – Pengabdian Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) kepada masyarakat dalam rangka memberikan masukan dalam penyusunan otonomi khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat sesuai perubahan UU No. 21 Tahun 2001 menjadi Perpu No. 1 Tahun 2008 ditunjukan dengan menggelar seminar berskala nasional.

Seminar Nasional dengan tajuk  “Optimalisasi Penyelenggaraan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat Dalam Rangka Akselerasi Pembangunan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat” digelar di Balairung Rudini Kampus IPDN Jatinangor, Senin (15/3).

Acara yang dihadiri sejumlah panelis diantaranya Direktur Jenderal Otonomi Kemendagri Dr. Akmal Malik, M.Si, Staf Khusus Kemendagri Dr. Kastorius Sinaga, Pansus Otonomi Khusus Papua DPR RI Komarudin Watubun, S.H., M.H, Anggota DPD-RI Yorrys Raweyai, Gubernur Provinsi Papua Barat Drs. Dominggus Mandacan, Tokoh Masyarakat Papua/Mantan Menteri Perhubungan RI Laksdya. TNI (Purn.) Freddy Numberi, Peneliti Otonomi Khusus Papua dari Universitas Gajah Mada Dr. Bambang Purwoko, M.A, Rektor Universitas Cendrawasih Dr. Ir. Apolo Safanpo, S.T., M.T serta Guru Besar IPDN yakni Prof. Dr. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.S, Prof. Dr. Sadu Wasistiono, M.S dan Gubernur Provinsi Papua diwakilkan Biro Otsus, Fitalis Yumte justru menuai kritik.

Hal tersebut dilontarkan oleh Bambang Purwoko saat hendak memaparkan materi.

“Saya perlu sampaikan yang pertama terima kasih sangat terhormat diundang di forum seminar nasional dengan peserta yang sangat banyak dan tak kalah banyak juga panelisnya, sayangnya ini kritik dari temen-temen di Jakarta peneliti Papua mengapa tidak ada narasumber perempuan, bukankan banyak asli Papua yang perempuan,” cetus Bambang.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa terdapat 5 hal penting mengapa otsus di Papua belum berjalan dengan baik.

Dimana masalah dasar seperti politik pemerintahan, sosial budaya, ekonomi, infrastruktur, dan keamanan masih terdapat di Papua sehingga otsus saat ini masih belum mampu men Indonesiakan Papua.

“Dengan problema itu, perlu ada reinstrumentasi otonomi khusus,” ujar Peneliti Otsus Papua dari UGM tersebut. (MG7/wan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan