Kudeta dan Tradisi Politik Myanmar

Perubahan politik kearah demokrasi terjadi pada tahun 2010, dengan terselenggaranya  Pemilu yang dimenangkan oleh Union Solidarity and Development Party (USDP) meskipun mendapat protes dari partai oposisi, National League for Democracy (NLD).

Pada tanggal 4 Februari 2011, Presiden Thein Sein diangkat sebagai presiden sipil pertama oleh Parlemen Myanmar (meskipun mantan jenderal kepercayaan Presiden junta militer Than Shwe). Pemerintahan Thein Sein kemudian melakukan perubahan-perubahan besar seperti pembebasan tahanan politik, termasuk pemimpin oposisi, Aung San Suu Kyi, hingga pembukaan diri Myanmar pada dunia internasional yang salah satunya ditandai dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hilarry Clinton, pada Desember 2011. Hal menarik dalam transisi politik tersebut adalah kemenangan besar NLD pada pemilu sela yang diadakan bulan Maret 2012 sebagai kemajuan besar.

Pada pemilu November 2015, partai NLD memenangkan pemilu Myanmar, dan mengantar wakil Aung San Suu Kyi, yaitu Htin Kyaw menjadi presiden. Aung San Suu Kyi tidak bisa menjadi presiden karena suami dan anaknya berkewargaan asing. Htin Kyaw menjadi presiden pertama yang lahir dari partai politik di Myanmar, setelah memerintah selama 2 (dua) tahun, kemudian Htin Kyaw mengundurkan diri karena kesehatan, dan selanjutnya parlemen Myanmar pada 28 maret 2018, mengangkat Win Myint (66) sebagai presiden baru, dan pada tanggal 1 Februari 2021, presiden Win Myint bersama dengan Aung San Suu Kyi di kudeta oleh militer Myanmar dibawah pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing. Dan ini merupakan kudeta militer keempat yang terjadi di Myanmar.

Melihat perjalanan Myanmar (yang sebelumnya Burma), tidak terlepas dari pengaruh dan kekuasaan militer. Kalau kita runut dari tahun 1948 sebagai awal berdirinya negara Myanmar, sudah 53 tahun dipimpin militer, sedangkan pemerintahan sipil hanya berlangsung 19 tahun, terdiri dari awal kemerdekaan 1948-1962 dan dari tahun 2016-2021. Empat kali kudeta militer yang terjadi di Myanmar menunjukkan bahwa model kudeta (coup d’etat) telah menjadi tradisi politik Myanmar.

*) Penulis Dosen Ilmu Hubungan Internasional Unpas Bandung.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan