BANDUNG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara menetapkan tiga orang sebagai tersangka korupsiproyek pengadaan alat polymerase chain reaction (PCR) Covid-19 di provinsi itu.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sulawesi Tenggara (Sultra) Saiful Bahri Siregar mengatakan ada 10 orang yang telah diperiksa terkait kasus ini sejak Kamis (22/1). Namun, dari pemeriksaan itu baru tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya berinisial DR AH, TD dan IA.
“Sekarang prosesnya kami sudah tingkatkan statusnya. Dari Jakarta atas nama TD dan IA, hari ini sudah ditetapkan tersangka dan sekarang prosesnya masih pemeriksaan sebagai tersangka,” kata Saiful saat merilis kasus tersebut di Kendari, Selasa (26/1).
Tersangka TD merupakan Direktur PT Genecraft Labs dan IA selaku technical sales PT Genecraft Labs sekaligus penyedia alat PCR. Keduanya ditangkap di Jakarta pada Senin (25/1).
Keduanya diduga sebagai pemberi suap sebesar 13 persen dari nilai kontrak pada oknum pejabat Dinas Kesehatan Sultra dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan sejumlah uang (suap) Rp 431.862.074, terkait pelaksanaan pengadaan alat pemeriksaan COVID-19 (RT-PCR/Reagent) Program Percepatan Penanganan COVID-19 Pemerintah Provinsi Sultra TA 2020 dengan nilai Rp 1.715.056.700 dan Rp1.360.884.000.
Sementara DR AH merupakan oknum pejabat di lingkup Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sultra. “Dengan bukti-bukti ini kami tingkatkan statusnya ke penyidikan, kemudian kami tetapkan DR AH sebagai tersangka. Jadi ada tiga tersangka,” jelas Saiful.
Dijelaskan bahwa pemberian uang suap dari Jakarta dalam rangka pelaksanaan pembelian alat PCR, dan pembelian alat habis pakai reagent dengan nilai totalnya Rp 3,1 miliar.
Saiful menjelaskan, dalam kasus ini ada permainan antara pejabat Dinkes Sultra dan penyedia barang dengan menyepakati pemberian fee atau diskon yang nantinya dibayar setelah proyek pengadaan alat PCR selesai.
Untuk menampung duit tersebut, tersangka DR AH meminjam rekening salah satu perusahaan di Kendari milik IW (terperiksa), yakni PT SMK sehingga seolah-olah uang tersebut masuk secara bisnis.
“Seolah-olah ada kerja sama antara perusahaan PT SMK milik IW, diajukan ke Jakarta. Ada invoice penagihan uang, seolah-olah ini memang kesepakatan Jakarta dengan di sini, sehingga ditransferlah uang ke rekening perusahaan IW sebesar Rp 431 juta,” beber Saiful.