BANDUNG – Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengeluarkan Surat Edaran tentang Pelarangan Perayaan Tahun Baru 2021 dan Pencegahan Kerumunan Massa ditujukan kepada bupati/wali kota se-Jabar.
“Pemprov Jabar melarang perayaan Tahun Baru 2021 yang dapat menyebabkan kerumunan dan larangan tersebut berlaku untuk perayaan di dalam maupun luar ruangan,” kata Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Provinsi Jabar Daud Achmad di Bandung, Jumat (14/12).
Untuk merealisasikan Surat Edaran Nomor 202/KPG.03.05/HUKHAM itu dibutuhkan komitmen bersama antara Pemprov Jabar, pemerintah kabupaten/kota, kalangan bisnis, dan masyarakat untuk membatasi aktivitas dan menghindari kerumunan.
Daud menyatakan kebijakan dan surat edaran itu diharapkan menekan potensi penularan COVID-19 pada momen pergantian tahun.
“Jabar melarang untuk mengadakan perayaan akhir tahun. Baik indoor maupun outdoor. Kemudian operasi yustisi akan ditingkatkan,” kata Daud.
Daud mengatakan ada beberapa poin yang tercantum dalam surat edaran tersebut. Pertama, meminta bupati/wali kota membuat Surat Edaran Bupati/Wali Kota kepada seluruh masyarakat, dan pengelola tempat usaha serta tempat wisata.
“Supaya mereka tidak memfasilitasi kegiatan yang menimbulkan kerumunan massa, termasuk acara perayaan pergantian tahun,” ucapnya.
“Poin kedua, bupati/wali kota diminta memperkuat operasi yustisi dan patroli pengawasan serta penegakan disiplin protokol kesehatan sampai tingkat kecamatan,” imbuhnya.
Bupati/Wali Kota, kata Daud, juga diminta melakukan pengetatan protokol kesehatan di wilayah perkotaan berupa pelaksanaan Work From Home (WFH), pembatasan jam operasional, dan pembubaran kerumunan massa di ruang publik. Sedangkan di wilayah pedesaan berupa penerapan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM).
“Pengetatan pun harus dilakukan di pintu masuk wilayah, baik jalur darat, laut dan udara,” katanya.
Dalam Surat Edaran Gubernur Jabar tersebut, bupati/wali kota harus melakukan pengetatan protokol kesehatan di daerah tujuan wisata. Ada sejumlah hal yang mesti diperhatikan dalam pengetatan protokol kesehatan di daerah tujuan wisata.
Pertama membatasi jumlah pengunjung dengan memberlakukan sistem reservasi dan pendataan wisatawan. Kedua, mewajibkan pengunjung menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji cepat antigen atau PCR yang berlaku selama 14 hari sejak diterbitkan.